Mohon tunggu...
lusy firdaus
lusy firdaus Mohon Tunggu... Human Resources - Educator

Longlife Learner, belajar tiada batas, mencari ridho Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korelasi Keterampilan Interpersonal terhadap Peningkatan Kompetensi Perilaku dan Kinerja Guru

3 Oktober 2024   14:45 Diperbarui: 3 Oktober 2024   15:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korelasi Keterampilan Interpersonal Terhadap Peningkatan Kompetensi Perilaku dan Kinerja Guru di Lembaga Pendidikan 

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi korelasi antara keterampilan interpersonal dan peningkatan kompetensi perilaku serta kinerja guru di lembaga pendidikan. Melalui pendekatan kuantitatif dan analisis literatur, hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan interpersonal berperan signifikan dalam menciptakan lingkungan yang kolaboratif, memperbaiki komunikasi, serta meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas. Studi ini menyimpulkan bahwa pengembangan keterampilan interpersonal merupakan aspek krusial dalam pengelolaan sumber daya manusia di institusi pendidikan.

Kata Kunci: Keterampilan interpersonal, kompetensi perilaku, kinerja guru, manajemen pendidikan

Abstarct

This article aims to explore the correlation between interpersonal skills and increasing behavioral competence and teacher performance in educational institutions. Through a quantitative approach and literature analysis, the research results show that interpersonal skills play a significant role in creating a collaborative environment, improving communication, and increasing the effectiveness of learning in the classroom. This study concludes that the development of interpersonal skills is a crucial aspect in managing human resources in educational institutions.

Keywords: Interpersonal skills, behavioral competence, teacher performance, educational management

 

Pendahuluan

Peran guru dalam dunia pendidikan dan pentingnya peningkatan kompetensi. Kompetensi guru tidak hanya ditentukan oleh keterampilan teknis, namun juga perilaku yang melibatkan kemampuan interpersonal. Di era pendidikan modern, tuntutan terhadap guru semakin meningkat, termasuk dalam aspek komunikasi, kerja tim, dan kemampuan membangun hubungan positif dengan siswa serta sesama guru. Penelitian ini berusaha untuk menelaah apakah keterampilan interpersonal memiliki dampak langsung pada kompetensi perilaku dan kinerja guru di sekolah. Yang melatar belakangi dibuatnya artikel ini adalah

Apakah keterampilan interpersonal berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi perilaku guru?

Bagaimana keterampilan interpersonal memengaruhi kinerja guru secara keseluruhan?

Tentu saja, akan dijelaskan secara sistematis dengan menjelaskan korelasi antara keterampilan interpersonal dengan kompetensi perilaku guru. Kemudian, menganalisis bagaimana keterampilan interpersonal berperan dalam meningkatkan kinerja guru di kelas. Juga mengenai  korelasi antara keterampilan interpersonal dengan kompetensi perilaku guru akan dipaparkan.

Pembahasan 

Kita kenali terlebih dahulu mengenai Teori Keterampilan Interpersonal. Keterampilan interpersonal melibatkan kemampuan berkomunikasi, mendengarkan secara aktif, empati, dan bekerja sama. Guru dengan keterampilan interpersonal yang baik cenderung mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih efektif. Dengan adanya kompetensi perilaku mencakup sikap profesional, kejujuran, etika kerja, dan kemampuan bekerja dalam tim. Perilaku ini penting untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif dan mendukung proses pembelajaran yang optimal.

Kinerja guru diukur dari efektivitas dalam mengajar, kemampuan manajemen kelas, serta hubungan interpersonal dengan siswa dan kolega. Kinerja yang baik sering kali merupakan hasil dari kemampuan interpersonal yang kuat.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa guru yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik lebih cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi. Keterampilan ini memungkinkan guru untuk berinteraksi secara lebih efektif dengan siswa, orang tua, dan rekan kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

Dalam analisis kritis, Anda bisa mempertanyakan dan membandingkan beberapa teori yang mendukung hubungan antara keterampilan interpersonal dengan kinerja guru.

Teori Human Relations (Hubungan Manusiawi) berpendapat bahwa hubungan interpersonal yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas dan kinerja. Keterampilan interpersonal, seperti komunikasi yang efektif dan kemampuan bekerja dalam tim, dapat menciptakan hubungan yang harmonis di antara guru dan siswa, sehingga meningkatkan kinerja pengajaran. Namun, seberapa jauh teori ini relevan dalam konteks pendidikan saat ini?

Analisis kritis dalam konteks korelasi keterampilan interpersonal dengan kompetensi perilaku dan kinerja guru melibatkan pemikiran yang mendalam, komprehensif, serta peninjauan menyeluruh terhadap berbagai teori dan temuan empiris. Berikut adalah beberapa elemen yang dapat disertakan dalam analisis kritis terkait dengan tema di atas:.

Selain keterampilan interpersonal, faktor lingkungan kerja atau budaya organisasi sering kali memainkan peran penting dalam menentukan kinerja guru. Dalam analisis kritis, Anda bisa mempertanyakan sejauh mana keterampilan interpersonal dapat meningkatkan kinerja jika lingkungan kerja tidak mendukung.

Apakah sekolah memiliki budaya kolaboratif atau hierarkis? Keterampilan interpersonal mungkin tidak cukup berfungsi dalam sistem yang sangat terstruktur dan otoriter.

Pelatihan dan pengembangan keterampilan interpersonal mungkin hanya berhasil jika ada dukungan yang kuat dari manajemen. Tanpa ini, guru mungkin tidak merasa termotivasi untuk mengembangkan atau menerapkan keterampilan tersebut.

Guru yang lebih berpengalaman mungkin sudah memiliki keterampilan interpersonal yang matang, sehingga pelatihan tambahan tidak memberikan dampak signifikan pada kinerjanya. Sebaliknya, guru baru mungkin mendapatkan manfaat lebih besar dari pengembangan keterampilan interpersonal.

Guru yang secara intrinsik termotivasi mungkin tidak terlalu bergantung pada keterampilan interpersonal untuk meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya, guru yang termotivasi oleh faktor ekstrinsik (misalnya penghargaan eksternal) mungkin lebih terdorong untuk mengembangkan keterampilan interpersonal jika ada insentif.

Secara filosofis, keterampilan interpersonal sering dikaitkan dengan pendekatan humanistik dalam pendidikan, yang menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi juga soal pengembangan manusia secara holistik.

Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pembebasan, dan hal ini hanya bisa tercapai jika ada dialog yang sejajar antara guru dan siswa. Freire mengkritik model pendidikan "banking concept" di mana guru dianggap sebagai otoritas tunggal yang memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Dalam perspektif ini, keterampilan interpersonal bukan hanya penting, tetapi esensial untuk mendobrak hierarki dalam hubungan guru-siswa. Guru yang mampu berkomunikasi dengan empati, mendengarkan, dan membangun dialog akan lebih berhasil dalam membangun ikatan yang memberdayakan siswa, yang pada akhirnya meningkatkan hasil pembelajaran.

Namun, beberapa kritikus menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan yang sangat terstruktur dan hierarkis, keterampilan interpersonal sering kali dianggap tidak relevan atau dianggap sebagai "tambahan" yang kurang esensial dibandingkan dengan penguasaan konten akademik. Anda bisa mempertanyakan, apakah sistem pendidikan formal yang sering kali menekankan pada efisiensi, ujian terstandar, dan kurikulum yang ketat benar-benar memberikan ruang untuk pengembangan keterampilan interpersonal? Bagaimana keterampilan ini bisa berkembang dalam struktur yang birokratis, di mana guru harus memenuhi target yang kaku?

Dalam konteks sosiologi pendidikan, keterampilan interpersonal guru memainkan peran penting dalam dinamika kekuasaan di ruang kelas. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog terkenal, mengajukan konsep habitus, yang merujuk pada disposisi dan kebiasaan yang dibentuk oleh struktur sosial. Guru, sebagai agen yang beroperasi dalam struktur yang terinstitusionalisasi, tidak hanya mengajar konten tetapi juga memperkuat atau menantang norma-norma sosial melalui interaksi sehari-hari.

Dalam banyak sistem pendidikan, hubungan guru dan siswa cenderung hierarkis, di mana guru dianggap sebagai otoritas mutlak. Dalam konteks ini, keterampilan interpersonal guru bisa menjadi alat untuk menantang atau memperkuat relasi kuasa tersebut. Seorang guru yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik akan lebih mampu menciptakan suasana belajar yang inklusif, di mana siswa merasa dihargai dan didengarkan. Ini berpotensi mengubah paradigma pendidikan menjadi lebih dialogis dan partisipatif.

Dari sudut pandang manajemen pendidikan, keterampilan interpersonal sangat terkait dengan efektivitas manajerial, baik dalam konteks pengelolaan kelas maupun dalam kolaborasi antar staf sekolah. Namun, dalam analisis yang lebih mendalam, kita perlu mempertanyakan efektivitas keterampilan ini dalam struktur organisasi yang lebih luas.

Teori Transformational Leadership menyatakan bahwa pemimpin yang mampu menginspirasi, memotivasi, dan menjalin hubungan yang baik dengan bawahannya (dalam hal ini, guru dengan siswa atau guru dengan guru lain) akan meningkatkan kinerja keseluruhan. Dalam konteks ini, keterampilan interpersonal dianggap sebagai elemen kunci dari kepemimpinan transformasional. Namun, kepemimpinan transformasional dalam pendidikan sering kali berbenturan dengan struktur hirarki sekolah yang kaku, di mana otoritas lebih sering bersifat birokratis dan terpusat.

Dari perspektif psikologi pendidikan, keterampilan interpersonal tidak hanya melibatkan aspek komunikasi, tetapi juga empati, pengendalian emosi, dan kemampuan untuk membangun hubungan yang sehat.

Tinjauan Psikologis menjelakan Teori Kecerdasan Emosional (Daniel Goleman) menyatakan bahwa kecerdasan emosional -- kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi -- berperan penting dalam efektivitas interpersonal. Guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi lebih mampu memahami kebutuhan emosional siswa, memberikan umpan balik yang lebih efektif, dan menciptakan lingkungan belajar yang positif.

Namun, ada perdebatan tentang seberapa besar kecerdasan emosional atau keterampilan interpersonal bisa diajarkan atau dikembangkan melalui pelatihan formal. Apakah keterampilan interpersonal merupakan hasil dari sifat pribadi yang dalam, ataukah itu dapat dibentuk melalui pelatihan? Bagaimana dengan guru yang mungkin memiliki keterbatasan dalam hal empati atau kecerdasan emosional? Apakah sistem pendidikan harus lebih inklusif untuk menerima berbagai gaya interpersonal, ataukah keterampilan interpersonal ini harus menjadi standar kompetensi bagi semua guru?

Dari perspektif teori kritis, yang sering berfokus pada ketidakadilan struktural dan ketimpangan sosial, keterampilan interpersonal guru mungkin tidak selalu menjadi solusi untuk masalah yang lebih dalam dalam sistem pendidikan.

Teori Reproduksi Sosial (Bowles & Gintis) menyatakan bahwa sistem pendidikan sering kali mereproduksi ketidakadilan sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks ini, keterampilan interpersonal mungkin dianggap sebagai solusi individu untuk masalah struktural yang lebih besar. Misalnya, jika seorang guru beroperasi dalam sistem yang tidak adil (seperti kurangnya sumber daya, kebijakan pendidikan yang tidak memadai, atau ketimpangan ekonomi), keterampilan interpersonal mereka mungkin membantu mengurangi dampak negatif, tetapi tidak benar-benar mengubah masalah sistemik tersebut.

Kesimpulan

Dalam perspektif yang lebih mendalam, keterampilan interpersonal jelas memiliki dampak yang signifikan terhadap kompetensi perilaku dan kinerja guru. Namun, analisis yang lebih kritis menunjukkan bahwa efektivitas keterampilan ini sangat tergantung pada konteks sosial, budaya, dan struktural di mana guru beroperasi. Keterampilan interpersonal, meskipun penting, mungkin tidak cukup untuk mengatasi tantangan yang lebih besar dalam pendidikan, seperti ketimpangan struktural, birokrasi yang kaku, atau tekanan dari kebijakan pendidikan yang fokus pada hasil kuantitatif.

Pendekatan holistik diperlukan untuk memahami bagaimana keterampilan interpersonal dapat diintegrasikan ke dalam strategi pengembangan pendidikan yang lebih luas, yang tidak hanya fokus pada kompetensi individu, tetapi juga pada reformasi sistemik yang lebih besar.

Pendekatan holistik dalam memahami dan mengintegrasikan keterampilan interpersonal ke dalam strategi pengembangan pendidikan yang lebih luas memerlukan perhatian pada berbagai aspek yang saling terkait. Hal ini mencakup dimensi individu, organisasi, sosial, dan kebijakan. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pengembangan keterampilan interpersonal sebagai kompetensi pribadi guru, tetapi juga memperhatikan konteks yang lebih luas di mana keterampilan ini diterapkan dan berkembang.

Pendekatan holistik dalam mengintegrasikan keterampilan interpersonal ke dalam strategi pengembangan pendidikan yang lebih luas mencakup upaya di tingkat individu, organisasi, sosial, kebijakan, dan sistemik. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pengembangan keterampilan interpersonal guru secara personal, tetapi juga mencakup perubahan struktural di tingkat organisasi dan sistem pendidikan yang lebih luas.

Disajikan oleh :

Lusy Listiawaty

Magister Manajemen Pendidikan

Universitas Pamulang

Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun