Lusvi Rahmadani_222111040_5A
Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Sistem Upah Sepuluh Potong Satu Pada Buruh Panen Padi Desa Aromantai (Studi Kasus Desa Aromantai Kabupaten Lahat)
Studi kasus ini berjudul "Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Sistem Upah Sepuluh Potong Satu Pada Buruh Panen Padi Desa Aromantai (Studi Kasus Desa Aromantai Kabupaten Lahat)" yang ditulis oleh Kurniati dan Isnayati. Pembahasan dalam studi ini mencakup tinjauan hukum terkait sistem upah sepuluh potong satu pada buruh panen padi di Desa Aromantai, Lahat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi praktik upah yang ada serta implikasinya terhadap keadilan dan kesejahteraan buruh, serta pandangan hukum ekonomi Islam terhadap tindakan ini. Ditemukan bahwa masalah sistem ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi buruh karena tenaga yang digunakan tidak sebanding dengan hasil yang didapat, serta adanya ketidakpastian dalam penghasilan buruh. Â Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan lapangan (field research) untuk mengumpulkan data secara langsung melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yang menekankan pada pemahaman proses dan makna dari fenomena yang diteliti.
Kaidah-Kaidah Hukum yang Terkait dalam Kasus Ini:
Kaidah hukum yang terkait dengan kasus ini mencakup prinsip-prinsip dasar dalam Hukum Ekonomi Syariah, seperti:
- Prinsip Muamalah: Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan, yang berarti segala bentuk transaksi diperbolehkan selama tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Ini mencakup sistem upah sepuluh potong satu yang diterapkan di Desa Aromantai, yang dianggap sah selama memenuhi syarat-syarat tertentu.
- Keadilan dalam Pengupahan: Dalam hukum ekonomi syariah, penting untuk memastikan bahwa pengupahan dilakukan secara adil dan tidak merugikan salah satu pihak. Hal ini berkaitan dengan keseimbangan antara tenaga yang dikeluarkan oleh buruh dan hasil yang diterima, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi buruh.
- Urf al-'Amali: Sistem upah sepuluh potong satu dapat dikategorikan dalam urf al-'amali, yaitu kebiasaan yang telah berlangsung dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam konteks ini, jika sistem tersebut sudah menjadi kebiasaan dan memberikan manfaat, maka akadnya dianggap sah.
- Larangan Kemudharatan: Dalam hukum syariah, setiap transaksi harus menghindari kemudharatan. Oleh karena itu, jika sistem upah sepuluh potong satu menimbulkan kerugian bagi buruh, maka perlu ada evaluasi untuk memastikan bahwa sistem tersebut tidak melanggar prinsip ini.
Norma-Norma Hukum yang Terkait dalam Kasus Ini:
Norma hukum mencakup nilai-nilai dan harapan yang dipegang oleh masyarakat. Oleh karena itu, norma-norma yang terkait dengan kasus ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
- Norma Moral: Dalam bermuamalah diharapkan untuk berperilaku jujur, adil, serta transparansi. Praktik upah yang tidak jujur, adil, dan tidak jelas dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan buruh dan melanggar norma moral yang mengharuskan perlakuan jujur, adil, dan transparansi atau jelas terhadap pekerja.
- Norma Agama: Norma agama dalam Islam berfungsi sebagai pedoman untuk memastikan bahwa hubungan kerja berlangsung secara adil dan beretika, serta memberikan perlindungan bagi hak-hak buruh. Dalam Islam, ada norma yang mengatur tentang keadilan dalam transaksi, termasuk kewajiban untuk memberikan upah yang layak kepada buruh.
Aturan-Aturan Hukum yang Dapat Diterapkan dalam Kasus Ini Mencakup:
- Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI: Fatwa ini mengatur tentang prinsip-prinsip syariah dalam muamalah, termasuk ketentuan mengenai upah dan keadilan dalam transaksi.
- Peraturan Perundang-Undangan Terkait Ketenagakerjaan: Aturan ini merupakan aturan yang mengatur hak-hak buruh dan kewajiban pemberi kerja dalam memberikan upah yang adil dan layak.
Â
Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence dalam Kasus Ini:
- Positivisme Hukum: Dalam konteks sistem upah sepuluh potong satu, positivisme hukum akan menekankan kepatuhan terhadap aturan yang ada, seperti fatwa DSN MUI dan peraturan ketenagakerjaan. Pendekatan ini akan fokus pada legalitas dari sistem upah tersebut dan apakah sistem ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Sociological Jurisprudence: Sebaliknya, sosiological jurisprudence akan melihat dampak sosial dari sistem upah sepuluh potong satu terhadap buruh. Ini mencakup analisis tentang bagaimana sistem ini mempengaruhi kesejahteraan buruh, menciptakan ketidakpuasan, dan menimbulkan masalah sosial. Pendekatan ini akan menekankan pentingnya keadilan sosial dan bagaimana hukum harus berfungsi untuk melindungi hak-hak buruh .
Kesimpulan: