Mohon tunggu...
Lustin Oktaviani Putri
Lustin Oktaviani Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia dengan minat menulis karya karya fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memperjuangkan Hak Guru Honorer: Cermin Ketidakadilan Sistem Pendidikan

5 Desember 2024   20:02 Diperbarui: 5 Desember 2024   20:02 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan guru honorer korban percaloan di Kabupaten Langkat masih terus menuntut haknya

Saya selaku penulis, akan menyoroti pendidikan kasus pencaloan yang menimpa ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara menurut berita yang diterbitkan Metro tempo.co pada 17 September 2024. Para guru honorer tersebut telah melakukan aksi demonstrasi selama sembilan bulan terakhir sebagai korban pencaloan dalam Seleksi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2023.

Kasus ini mencerminkan permasalahan sistemik yang lebih luas dalam dunia pendidikan di Indonesia. Guru, yang semestinya menjadi pilar utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, justru menjadi korban ketidakadilan dan eksploitasi. Koordinator Aliansi Guru Pejuang PPPK/ Guru Honorer Langkat, Irwansyah, menuntut agar Kepolisian Daerah Sumatera Utara segera mengusut masalah ini karena selama sembilan bulan mereka telah melakukan unjuk rasa ke berbagai instansi, namun tuntutan mereka tidak digubris oleh para pemerintah setempat.

Status guru honorer yang sering dianggap remeh membuat mereka rentan terhadap ketidakadilan yang ada, termasuk dalam kasus pencaloan ini. Polda Sumut awalnya menetapkan dua tersangka, yaitu kepala SDN 055975 Pacur Ido, Awaluddin, dan Kepala Sekolah SD 056017 Tebing Tanjung selamat, Rahayu Ningsih. Namun, penyelidikan berlanjut dan berujung pada penahanan Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Eka Syaputra Depari, dan Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Disdik, Alek Sander. Sayangnya, kelima tersangka tersebut saat ini tidak ditahan, membuat korban menilai bahwa polisi belum mengungkap aktor intelektual di balik kasus pencaloan ini.

Demonstrasi menunjukkan betapa besarnya rasa kecewa mereka terhadap sistem yang dianggap tidak berpihak kepada mereka. Koordinator Aliansi Guru Pejuang PPPK Honorer Langkat, Irwansyah menuntut agar Kepolisian daerah Sumatra Utara Segera mengusut masalah ini. “Selama sembilan bulan kami sudah berunjuk rasa ke Polda Sumut, PTUN Medan, kantor bupati sampai DPRD Langkat, tuntutan kami tidak digubris”, Status guru honorer ini menurut saya sering kali dianggap remeh dan membuat mereka rentan terhadap ketidakadilan, termasuk dalam kasus ini ialah pencaloan yang merugikan mereka dengan harga yang tak cukup sedikit hingga mencapai jutaan hal ini meresahkan mereka yang sedang berjuang untuk mendapatkan hak mereka menjadi guru tetap.

Menurut saya, pemerintah dan aparat negara seharusnya dapat menangani kasus ini dengan tegas dan efisien. Kasus serupa sudah pernah terjadi sebelumnya, sehingga proses pengungkapan dan pengumpulan bukti konkret seharusnya dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, pemerintah, khususnya di daerah Sumatera Utara, harus memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi para guru honorer yang kerap menjadi target praktik-praktik kotor.

Aksi yang dilakukan oleh para guru honorer merupakan upaya yang sah untuk memperjuangkan keadilan atas kerugian yang mereka alami. Pemerintah seharusnya tidak tinggal diam, melainkan harus segera turun tangan dan mengusut tuntas kasus ini agar para korban dapat memperoleh ganti rugi yang pantas. Menurut informasi, praktik pencaloan ini telah merugikan para guru honorer dengan jumlah yang fantastis, mencapai ratusan juta rupiah.

Dari data yang disebutkan bahwa total uang yang didapatkan dari praktik kotor ini mencapai angka yang dibilang cukup fantastis dan tak sedikit, di awal dinyatakan 22 orang guru menyerahkan sekitar 40 juta rupiah, dengan membayar muka 10 juta dan membayar total 50 juta rupiah setelah termakan bujukan oleh seorang rekan lainnya, lalu awaludin kembali memaksa korban (Rania) untuk menambahkan 30 juta rupiah. Dan sempat melihat buku catatannya ada 35 orang yang diurus dang 15 diantaranya lolos. Ada pula Ridwan yang dinyatakan oleh Nur, Nur mengatakan dia ditawari sekitar 15 juta rupiah agar bisa lolos seleksi, dan tujuh orang guru honorer pun memakan hasutan tersebut.

Dari hasil data kecurangan ini bertentangan dengan beberapa peraturan, seperti UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Permenpan RB Nomor: 14 Tahun 2023, Kemendikbud 298, ICCPR, dan DUHAM. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, saya menyarankan beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi hal-hal seperti ini agar tidak terjadi kembali dan meminimalisir adanya guru honorer yang menjadi korban selanjutnya, yaitu:

1. Meningkatkan transparansi dalam proses seleksi PPPK dengan melibatkan masyarakat dan media sehingga tidak ada rasa kurang percaya dari masyarakat.

2. Memperkuat pengawasan pada setiap pelaksanaan seleksi yang diselenggarakan.

3. Memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat dan menjanjikan bagi guru honorer yang menjadi korban pencaloan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun