Di sebuah kota yang hiruk pikuk, hiduplah seorang pemuda bernama Bara. Sejak kecil, Bara memiliki keinginan yang membara untuk menjadi seorang penulis terkenal. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di kamarnya, menorehkan kata demi kata di atas kertas. Iya merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, memiliki satu kakak dan satu Abang .Setiap coretan adalah manifestasi dari imajinasinya yang liar dan semangatnya yang tak pernah padam.
Namun, keinginan Bara seringkali dianggap sepele oleh orang-orang di sekitarnya. Penulis? Itu pekerjaan yang tidak menjanjikan," kata ayahnya. "Lebih baik kamu cari pekerjaan yang stabil." Teman-temannya pun lebih memilih menghabiskan waktu untuk hal-hal yang dianggap lebih menyenangkan daripada menulis.
Bara merasa tertekan. Di satu sisi, ia ingin membuktikan bahwa mimpinya bisa terwujud. Di sisi lain, ia juga takut akan kegagalan. Pergulatan batin ini terus berlangsung hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengambil langkah berani.
Bara berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai bank. Keputusan ini membuat keluarganya terkejut dan kecewa. Mereka tidak mengerti mengapa Bara rela meninggalkan pekerjaan yang menjanjikan demi mengejar mimpi yang dianggap tidak realistis.
Dengan modal yang sedikit, Bara menyewa sebuah kamar kos di dekat pusat kota. Meninggalkan keluarga serta orang tuanya, Setiap hari, ia bangun pagi-pagi sekali untuk menulis. Ia mengikuti berbagai workshop menulis, bergabung dengan komunitas penulis, dan mengirimkan naskahnya ke berbagai penerbit.
Namun, penolakan demi penolakan terus ia terima. Naskahnya dianggap belum cukup baik atau tidak sesuai dengan selera pasar. Kekecewaan sempat membuatnya ingin menyerah. Namun, Bara tidak pernah kehilangan semangatnya. Ia terus belajar dan memperbaiki diri.
Suatu hari, Bara bertemu dengan seorang penulis terkenal bernama Maya. Maya terkesan dengan semangat dan kegigihan Bara. Ia memberikan beberapa masukan yang sangat berharga bagi Bara.
Menulis itu bukan hanya tentang menuangkan ide ke dalam kata-kata," kata Maya. "Menulis adalah tentang berbagi cerita, tentang menyentuh hati pembaca. Kamu harus menemukan suara khasmu sendiri."
Kata-kata Maya seperti membuka mata Bara. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu fokus pada teknik menulis tanpa memperhatikan esensi dari sebuah karya. Dengan bimbingan Maya, Bara mulai menemukan gaya penulisannya sendiri.
Bertahun-tahun berlalu barat terus berjuang mewujudkan mimpinya ia telah menulis banyak novel namun belum ada satupun yang diterbitkan namun ia tidak pernah menyerah ia terus menulis terus belajar dan terus berdoa suatu waris sebuah penerbit besar tertarik dengan salah satu novelnya mereka menawarkan kontrak penerbitan dengan jumlah yang cukup besar baru sangat senang dan bersyukur mimpi yang selama ini ia perjuangkan akhirnya terwujud.
 Disisi lain ternyata ayah bara jatuh sakit, ayahnya memiliki riwayat sakit jantung dan ternyata sudah cukup parah dan harus di operasi kedua kakaknya tidak memiliki cukup uang untuk pengobatan ayahnya tersebut, mendengar hal tersebut bara pun pulang untuk mengurus segala keperluan ayahnya dengan uang hasil dari pekerjaan yang di remehkan orang banyak bahkan ayahnya. Dengan uang tersebut operasi yang dijalani ayahnya pun berjalan dengan baik sampai pada tahap bisa berkumpul kembali dengan keluarganya, barapun kembali dengan keluarganya dan ayahnya menyadari ketekunan dan mimpi yang anaknya punya ternyata membuahkan hasil yang bagus dan tak terbayangnya.