Wahai diri, bukankah Tuhan mu telah memberimu banyak kenikmatan.,
Lalu mengapa bukan syukur yang engkau ucapkan?
Mengapa keluhan terkadang sering terlontar,
Mengapa syukur tidak selalu berkumandang di hatimu
Yang justru rasa iri selalu menggerogoti hati mu,
FabiayiallaI’rabbikumatukadziban (maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan)”
Syukur nikmat,
Bukankah Tuhan telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita di dunia ini,
Renungan saya pribadi, dalam doa sering saya ucap “ya Allah, jangan jadikan saya orang yang kufur nikmat” tapi bagaimana dalam penerapannya? tadi pagi dari keluhan saya, saya tersadar dari ucapan saya sendiri. Saat berkaca saya bergumam “aduuh, kenapa ini pipi tembem yaa?”. Dan tiba-tiba seperti ditegur oleh hati saya sendiri “kenapa kamu mengingkari pemberian-Nya?”
Astaghfirullahal ‘Adzim,
Banyak dari kita, apalagi wanita membahas kekurangan diri, mungkin ini hal kecil untuk kita, tapi bukankah itu sebagian bentuk dari kufur nikmat? Kita selalu membayangkan bahwa kufur nikmat adalah pengingkaran-pengingkaran yang terlihat mata. Tapi bukankah kejadian tadi mengingatkan bahwa sekecil apapun mengeluh itu termasuk dari pengingkaran atas nikmat-Nya.
“Astaghfirullahal ‘Adzim al-Ladzii Laailaaha Illa Huwal Hayyul Qayyuumu wa Atuubu Ilaih..,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H