Mohon tunggu...
Lusia Anies
Lusia Anies Mohon Tunggu... mahasiswa -

my live my adventure

Selanjutnya

Tutup

Catatan

FS, DKK, dan Pembelajaran Pribadi

1 September 2014   17:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:55 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kasus FS yang meluapkan emosinya di media sosial (medsos). Tidak sedikit orang yang mengeluarkan pendapatnya, baik dengan cara yang positif maupun negative, dan bahkan dari berbagaismacam sudut pandang, baik dari sisi hukumnya maupun lainnya.

Bahkan adanya kasus FS yang terjadi di Yogyakarta turut menjadi percikan api bagi kasus serupa di kota saya, yang notabene tidak terlampau jauh dari Yogyakarta. Dari yang saya ketahui, kasus yang terjadi dikota saya sebenarnya persis dengan apa yang dialami FS, dengan cara memposting emosi pribadi di medsos (untuk kali ini dia memposting di Facebook) dengan menjelekan “kota & Penduduknya” tempat tinggal dia saat ini. Kasus ini sesungguhnya terjadi sebelum heboh adanya kasus FS. Mungkin entah karena kota saya hanya kota kecil atau apa sehingga saat kejadian tidak langsung mencuat ke publik. Namun, pada akhirnya kasus FS ikut mencuatkan permasalahan itu sehingga menjadi besar.

Dari dua kasus tersebut saya yakin bahwa sesungguhnya banyak kasus-kasus yang sama ada di media social, namun mungkin dengan kondisi dan situasi yang berbeda yeng kemudian menyebabkan kasus-kasus tertentu menjadi mencuat bahkan “heboh”.

Ok, saya tidak akan berkomentar lebih jauh soal kasus ataupun segi hukumnya karena sudah banyak orang yang melihat sisi tersebut. Yang ingin saya sorot kali ini sedikit menyinggung masalah psikologis kedua orang ini sebagai bentuk pembelajaran buat saya khususnya dan pembaca umumnya.

Sebenarnya saya kurang paham untuk kondisi kejiwaan yang dialami FS, tapi yang saya baca di kaskus ada mantan teman kos FS di Bandung yang menyatakan bahwa FS memang memiliki kepribadian yang sedikit agak “aneh”, seperti misalmya terkadang tanpa sebab yang jelas dia suka berteriak-teriak sendiri di kos. Dari pernyataan tersebut sebenarnya dapat ditarik kesimpulan, di dalam diri FS mungkin dapat dikatakan “ada yang salah”, entah karena permasalahan apa yang ada pada dirinya.

Sedangkan untuk kasus yang di kota saya, saya dapat melihat permasalahannya karena dia secara terbuka meminta maaf dan menceritakan kronologisnya alasan kenapa dia melakukan tindakan tersebut.

Latar belakang dia melakukan itu boleh dikata sebenarnya adalah masalah pribadi. Ada tekanan kejiwaan yang dialaminya sejak SMP hingga SMA karena perlakuan lingkungan sekitar kepada dia, akhirnya dia melampiaskan dan menggenelarisir warga seluruh kota sama.

Singkat cerita, penulis status ini pindah kekota kami ketika SMP, lalu seperti ada penolakan dari teman-temannya karena dia dari luar jawa. Mungkin bisa dikata “penolakan” tersebut menjadi penyebab tekanan pada dirinya. Begitu juga ketika SMA. Ditambah lagi masalah2 disekitar tempat tinggal dia. Dari banyaknya tekanan tsb mungkinsaja ketika dia sudah tidak kuat, dan tidak ada tempat untuk berbagi akhirnya dia berbagi di media social yang tanpa dia sadari kemudian menjadi boomerang buat dia.

------

Setiap orang dalam hidupnya pasti memiliki tekanan,namun pasti masing-masing orang punya cara untuk menyikapinya. Bullying “halus” sebenarnya kerap terjadi dilingkungkan kita. Bahkan banyak orang tidak sadar kalau tindakannya tersebut merupakan bentuk “bullying”. Yang sering kita lihat yang terjadi pada masa anak-anak adalah mengejek sesame teman. Tanpa disadari hal tersebut untuk masing-masing pribadi memiliki efek yang berbeda. Ada yang akhirnya menjadi luka batin, ada yang dia acuh tak acuh dengan semua itu. Kemudian tidakan labeling kepada seorang teman karena tidak sesuai dengan apa yang kita suka yang kemudian menyebabkan  anak tersebut dijauhi oleh teman-teman yang lain. hal Itu juga merupakan bentuk bullying terhadap anak. Dan tanpa kita sadari terkadang hal tersebut dapat melukai pribadi anak yang kemudian terbawa hingga dewasa.

Saya bukan orang Psikologi, saya tahu bukan karena sok tahu. Tapi inilah pengalaman saya.

Sedikit banyak saya mengalami hal yang sama dengan penulis status (yang di kota saya). Bedanya saya asli warga kota bukan pendatang. Bangkan mungkin saja yang saya alami bisa lebih parah.

Tapi apa bedanya saya dengan dia?

Hingga saat ini saya  bisa keluar dari zona itu dengan baik. Saya dapat membuktikan bahwa saya tidak seperti yang mereka pikir dengan prestasi dan kemampuan saya. Sehingga akhirnya saya bisa lebih diterima.

Hidup itu memang berat, tp dari beratnya hidup tersebutlah Tuhan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Untuk kalian yang masih merasa diri anda kurang dihargai, diremehkan atau apaun itu. Yakinlah bahwa Tuhan selalu ada maksud dalam menciptakan ciptaan-Nya. Tuhan sudah member yang terbaik untuk kita. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya.

Tuhan memerintahkan kita untuk berguna bagi makhluk lain, bukan untuk menyia-nyiakan waktu untuk memikirkan orang yang tidak suka kita

Semoga kasus-kasus seperti itu dapat menjadi pelajaran buat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun