Berita menyedihkan datang dari kota yang dijuluki sebagai Serambi Mekah. Banyak wanita Aceh dijual ke Malaysia dan Singapura menjadi PSK. Berdasarkan data, angka trafficking di Aceh pada tahun 2012 hanya 7 kasus, meningkat pada tahun 2013 menjadi 13 kasus dan terus meningkat Januari-Oktober 2014 sebanyak 22 kasus (m.merdeka.com, 17/10/2014). Semakin meningkatnya kasus ini dari tahun ke tahun tidak terlepas dari minimnya perhatian pemerintah dalam menanggulanginya.
Menurut Rudi Bastian, Manager Program Lembaga Bantuan Hukum Anak (LBH) Anak, Banda Aceh, minimnya lapangan pekerjaan di Aceh menjadi salah satu faktor penyebab trafficking. Hal ini mengingat kebutuhan hidup yang semakin meningkat sehingga memicu orang untuk mencari pekerjaan yang instan. Belum lagi dengan gaya hidup hedonis yang menjamur saat ini.Imbasnya, gaya hidup hedonis juga melanda Aceh sebagai bagian dari wilayah NKRI yang kapitalistik. Maka tidak heran jika pelaku trafficking yang mengiming-imingi pekerjaan dengan gaji tinggi berhasil menggaet mangsanya.
Akar permasalahan dari kasus trafficking ini tidak lain adalah masalah kemiskinan. Padahal, jika dilihat dari SDA yang ada di Aceh, maka hal ini tidaklah pantas terjadi. Belum lagi Aceh yang terkenal dengan Serambi Mekah karena menerapkan sebagian syari’at Islam. Seharusnya lebih tahan untuk tidak tergoda dengan gaya hidup hedonis yang tidak sesuai dengan Islam.
Namun ternyata, penerapan syari’at Islam yang dilakukan di Aceh pun belum bisa menghalau trafficking. Hal ini karena syari’at Islam yang diterapkan baru sebagian, misalnya pada pengaturan berpakaian, juga pergaulan pria dan wanita.Sementara, sistem perekonomian yang diterapkan adalah sistem ekonomi Kapitalis. NKRI ygmenerapkan sistem kapitalis demokrasilah yang melanggengkan kemiskinandan memfasilitasi gaya hidup hedonis. Hingga banyak orang termasuk perempuan Aceh rela melakukan apa saja –menjadi pelaku atau germo prostitusi- demi memenuhi standar gaya hidupnya.
Hakikatnya, Islam tidak hanya mengurusi cara berpakaian dan bergaul dengan lawan jenis saja. Islam adalah solusi bagi semua permasalahan yang ada, termasuk kasus trafficking ini. Solusi Islam ini pun sebagai bentuk perlindungan terhadap kehormatan dan kemuliaan perempuan. Karena ia merupakan sistem kesatuan, maka hards ada integrasi dengan pemerintah.
Solusi Islam dalam masalah trafficking diantaranya adalah pertama, Islam akan menerapkan sistem pendidikan yang tidak hanya bertujuan untuk membentuk kecerdasan secara kognitif, tapi untuk membentuk kepribadian, yakni pola pikir dan pola sikapnya. Islam akan menanamkan keimanan, nilai-nilai tentang kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat, tentang perilaku yang terpuji dan tercela, dan tentang akhlak muslim yang jauh dari materialis dan hedonis.
Kedua, sistem ekonomi Islam melarang semua aktivitas ekonomi yang mendzalimi orang lain, seperti memberi upah yang tidak layak. Islam juga melarang semua jenis pekerjaan yang memanfaatkan kemolekan tubuh perempuan demi keuntungan materi. Praktek kemaksiatan seperti prostitusi tidak dianggap sebagai aktivitas ekonomi apapun alasannya karena itu semua merupakan aktivitas yang mendekati zina sehingga harus ditutup rapat-rapat oleh pemerintah.
Ketiga, media massa. Peran media massa tidak bisa disepelekan karena memiliki fungsi untuk memberikan informasi yang mendidik dan menggambarkan pelaksanaan syari’at Islam, tidak menayangkan pornografi dan gaya hidup hedonis.
Keempat, sistem peradilan Islam. Sistem peradilan Islam akan memberlakukan sanksi secara tegas dan adil. Sanksi tersebut akan berfungsi sebagai pencegah dan penebus dosa, dengan begitu akan tercipta masyarakat yang bersih dari perilaku maksiat.
Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surat Az Zumar ayat 33-35, yang artinya,”Orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupinya (mengampuninya) bagi mereka perbuatan yang sangat buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Syari’at Islam sesungguhnya pernah diterapkan di Aceh dan Nusantara secara komperhensif selama hampir 10 abad di bawah kekhilafahan Islam. Perempuan Aceh berabad-abad merasakan bagaimana syari’at Islam yang kaffah memuliakan mereka, membesarkan kiprah mereka dan menjamin kehormatan mereka. Penerapan syari’at islam secara kaffah sudah teruji dan terbukti keberhasilannya. Disamping itu semua, penerapan Islam secara kaffah pun merupakan kewajiban dari Allah swt. Maka, seharusnya tidak ada lagi alasan untuk menolak penerapan Islam secara kaffah. Wallahu’alam bi ash shawab.
Oleh : Tati Nurhayati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H