Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Putus Syaraf Libido, Solusi Kejahatan Seksual?

4 Maret 2015   13:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan Kementerian Sosial saat ini sedang mengkoordinasikan Rancangan Undang-undang (RUU) Kekerasan Seksual yang mengatur tentang hukum perdagangan orang, perdagangan perempuan dan perdagangan anak.

"Kita sedang melakukan telaah supaya ada hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual dan kejahatan seksual antara lain adalah mematikan syaraf libido pelakunya," ucap Khofifah. Khofifah mengatakan hukuman seperti ini dinilai pantas bagi para pelaku kejahatan seksual.

Pelaku pantas dihukum berat karena telah memberikan trauma yang sangat mendalam dan berkepanjangan bagi para korban. (detiknews, Minggu 15/2/2015). Sepanjang tahun 2014, dilaporkan terjadi 2750 kasus kekerasan terhadap anak dan 58 persen diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak.

Akankah hukuman mematikan syaraf libido akan menjadi solusi tuntas kejahatan seksual?

Jika kita telah secara mendalam, solusi kuratif tidak akan menyelesaikan masalah, tanpa ada upaya preventif secara sistematis dalam menghilangkan faktor-faktor menjamurnya pelaku kejahatan seksual. Seperti akses pornografi tidak diputus, kebebasan berperilaku atas nama HAM dll. Karena sesungguhnya penyebab munculnya kekerasan seksual adalah penyebab yang bersifat sistemik. Apa yang disebut sebagai penyebab selama ini, hakekatnya adalah suatu akibat. Akibat dari penerapan sistem sekulerisme, liberalisme dan demokrasi yang merupakan anak-anak dari kapitalisme.

Pertama, lalainya keluarga terhadap pendidikan agama. Anak tidak diajarkan untuk menutup auratnya, menjaganya agar tidak dilihat oleh orang lain dan merasa malu membukanya. Orang tua lalai, karena mereka sendiri juga tidak paham agama atau karena kesibukan mereka. Anak menjadi korban, tidak dididik dengan benar dan diperhatikan. Anak diserahkan begitu saja ke lembaga-lembaga pendidikan, yang kadang justru menjadi tempat anak mendapatkan pelecehan seksual.

Kedua, Masyarakat yang rusak juga merupakan akibat negara membiarkan virus kebebasan (liberalisme) merajalela. Kebebasan yang kebablasan dari cara hidup liberal telah menghalalkan berbagai sarana pemuasan nafsu, tanpa memandang lagi akibat yang ditimbulkan. Negara membiarkan masyarakat berhadapan dengan serbuan pornografi dari berbagai media massa, terutama internet. Alasannya negara tidak mampu mengontrol semua situs yang beredar.

Ketiga, dari sisi implementasi hukum, negara kita memiliki hukum yang lemah terhadap kejahatan dengan anak sebagai korban. Kejahatan seksual terhadap anak, hanya diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, bisa dipotong remisi, masa percobaan setelah menjalani 2/3 masa hukuman, total mungkin hanya 8 atau 9 tahun yang harus dijalani pelaku.

Hukum merupakan hasil penerapan demokrasi, yang penyusunannya diserahkan kepada pikiran dan akal manusia yang sifatnya terbatas. Rasa iba manusia membuat hukum rajam, hukuman qishash, atau hukuman di hadapan khalayak ditolak. Prinsip HAM lebih dikedepankan daripada hukum Allah. Pelaku kejahatan hanya dihukum penjara sementara waktu. Akibatnya hukum menjadi mandul, tidak memiliki efek pencegahan, bahkan tidak membuat jera pelaku.

Dengan demikian, kasus kejahatan seksual, pada dasarnya penyebabnya adalah penerapan sistem yang rusak, sistem yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Mencoba menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi yaitu memperberat hukuman terhadap pelaku tidak akan efektif juga bila arus rangsangan seksual di lingkungannya begitu kuat. Hukuman berat akan terabaikan, bahkan bisa membuat pelaku melakukan tindakan yang lebih ekstrim dalam usahanya menghindari hukuman, misalnya dengan membunuh dan memutilasi korban untuk menghilangkan jejak. Di beberapa negara bagian AS misalnya, pelaku kejahatan seksual dijatuhi hukuman penjara plus pengebirian, yang membuat pelaku tidak memiliki syahwat lagi. Namun kejadian pedofilia di sana tidak lantas berkurang karenanya.

Islam Menjadikan Negara sebagai Pelindung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun