Mohon tunggu...
Luqman Nur Hakim
Luqman Nur Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Berkelanjutan dan Inklusif: Fondasi Kemajuan Indonesia di Era Global

4 Juli 2024   15:59 Diperbarui: 4 Juli 2024   16:09 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.pexels.com/id-id/pencarian/kepemimpinan/

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras dan tantangan global yang semakin kompleks, Indonesia membutuhkan model kepemimpinan yang tidak hanya efektif untuk saat ini, tetapi juga berkelanjutan untuk masa depan. Dalam sebuah seminar yang disampaikan oleh Bapak Mohammad Idham Samawi, mantan Bupati Bantul dan tokoh senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), konsep kepemimpinan berkelanjutan dan inklusif diangkat sebagai kunci utama untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih cerah dan stabil.

Samawi menekankan bahwa kepemimpinan berkelanjutan bukan sekadar jargon kosong, melainkan sebuah paradigma yang harus diadopsi oleh para pemimpin di semua tingkatan. Konsep ini mengharuskan para pemimpin untuk tidak hanya berfokus pada keuntungan atau pencapaian jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap keputusan dan kebijakan yang diambil.

Dalam konteks Indonesia, negara dengan keragaman sumber daya alam dan manusia yang luar biasa, kepemimpinan berkelanjutan menjadi semakin krusial. Para pemimpin harus mampu mengelola sumber daya ini dengan bijaksana, memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam tidak mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Ini berarti harus ada keseimbangan antara pembangunan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Lebih jauh lagi, kepemimpinan berkelanjutan juga berarti membangun sistem dan institusi yang kuat, yang dapat bertahan melampaui masa jabatan seorang pemimpin. Ini mencakup pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas, infrastruktur yang memadai, serta sistem hukum dan pemerintahan yang adil dan efisien.

Salah satu aspek kunci dari kepemimpinan berkelanjutan yang ditekankan oleh Samawi adalah inklusivitas. Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, 300 kelompok etnis, dan 700 bahasa daerah, adalah contoh sempurna dari keragaman yang luar biasa. Namun, keragaman ini bisa menjadi pedang bermata dua - bisa menjadi sumber kekuatan atau sumber konflik, tergantung pada bagaimana ia dikelola.

Pemimpin yang inklusif, menurut Samawi, adalah mereka yang mampu menghargai dan memanfaatkan keragaman ini sebagai aset. Mereka memahami bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakang etnis, agama, atau status sosial ekonomi, memiliki potensi untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Inklusivitas bukan hanya tentang memberikan kesempatan yang sama, tetapi juga tentang secara aktif menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa dihargai dan mampu memberikan yang terbaik.

Samawi memberikan contoh konkret tentang bagaimana para pendiri bangsa menerapkan prinsip inklusivitas ini dalam merumuskan Pancasila. Ketika rancangan awal Pancasila mendapat protes dari masyarakat Indonesia bagian timur, para pemimpin saat itu tidak mengabaikan suara-suara tersebut. Sebaliknya, mereka mendengarkan, berdialog, dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Hasilnya adalah Pancasila yang kita kenal saat ini - sebuah ideologi yang menjembatani keragaman Indonesia dan menjadi sumber persatuan bangsa.

Di era globalisasi saat ini, konsep kepemimpinan berkelanjutan dan inklusif menghadapi tantangan baru. Arus informasi yang cepat dan tidak terbatas sering kali membuat pemimpin tergoda untuk mengambil keputusan populer jangka pendek daripada kebijakan yang mungkin tidak populer namun bermanfaat dalam jangka panjang. Selain itu, polarisasi politik dan sosial yang meningkat dapat membuat upaya untuk membangun inklusivitas menjadi lebih sulit.

Namun, era global juga membuka peluang baru. Teknologi dan inovasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, membuat pemerintahan lebih transparan, dan memperluas akses terhadap pendidikan dan kesempatan ekonomi. Pemimpin yang cerdas akan memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat fondasi kepemimpinan berkelanjutan dan inklusif.

Kita bisa melihat dan berkaca ulang bagaimana Negara adidaya Uni Soviet dulu. Meskipun Indonesia telah mencapai usia 78 tahun pasca kemerdekaan, kita tidak boleh terlena. Uni Soviet, yang pernah menjadi salah satu negara adidaya dunia, bubar pada usia yang hampir sama dengan Negara kita karena kurangnya persatuan dan kegagalan dalam mengelola keragaman. Pelajaran dari Uni Soviet ini menekankan pentingnya terus menjaga dan memperkuat persatuan bangsa. Bahwa sumber persatuan bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, revitalisasi nilai-nilai Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi tugas penting bagi setiap pemimpin di Indonesia.

Untuk mencapai model kepemimpinan berkelanjutan dan inklusif, ada beberapa langkah konkret. Pertama, perlu ada fokus pada pendidikan dan pelatihan yang mengembangkan kurikulum kepemimpinan dengan penekanan pada prinsip-prinsip keberlanjutan dan inklusivitas. Kedua, transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan melalui pembangunan sistem yang memastikan keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun