Mohon tunggu...
Luqman Nur Hakim
Luqman Nur Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Koherensi dan Korespondensi sebagai Konsep Kebenaran dalam Filasafat Ilmu

16 Januari 2024   16:46 Diperbarui: 16 Januari 2024   17:11 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebenaran merupakan konsep sentral dalam filsafat ilmu. Sepanjang sejarah filsafat, banyak pandangan yang berkembang mengenai hakikat kebenaran. Dua teori utama yang saling bersaing dalam filasafat bilmu adalah koherensi dan korespondensi.

Teori koherensi memandang kebenaran sebagai koherensi internal dalam sistem ide atau teori. Artinya, kebenaran ditentukan oleh konsistensi logis dan keterhubungan makna dalam suatu rangkaian proposisi. Tokoh utama teori koherensi adalah Hegel, yang menyatakan bahwa kebenaran dicapai lewat dialektika tesis, antitesis, dan sintesis. Menurut Hegel, kebenaran bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dicapai melalui proses dinamis pemikiran yang saling bertentangan.

Pengikut teori koherensi seperti Blanshard dan Rescher berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat imanen (menghuni) dalam sistem pemikiran. Kebenaran ditentukan oleh koherensi internal gagasan-gagasan, bukan oleh relasi gagasan dengan realitas di luar sistem itu. Jadi menurut mereka, suatu pernyataan dianggap benar jika konsisten dengan pernyataan lain dalam sistem tersebut. Koherensi internal inilah yang menjadi kriteria kebenaran.

Sementara itu, teori korespondensi memandang kebenaran sebagai relasi antara makna proposisi dengan fakta atau keadaan di dunia. Teori ini sudah ada sejak zaman Aristotle, yang menyatakan kebenaran sebagai "mengatakan apa adanya". Kemudian dipertegas oleh filsuf modern seperti Russell dan Moore. Menurut pandangan korespondensi, kebenaran ditentukan oleh ada tidaknya korespondensi antara makna kalimat dengan fakta atau realitas objektif yang digambarkan. Jadi kebenaran bersifat objektif dan independen dari subjek.

Kedua teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Teori koherensi dianggap mampu menjelaskan sifat ilmu pengetahuan yang seringkali melibatkan rekonstruksi teori dan konsep untuk mencapai koherensi internal. Namun teori ini terlalu subjektif dan mengabaikan korespondensi dengan realitas eksternal. Sementara teori korespondensi dianggap lebih objektif, tetapi masalahnya adalah sulit mencari kriteria pasti mengenai fakta atau realitas eksternal sebagai acuan kebenaran.

Dalam perkembangan filsafat ilmu kontemporer, kedua prinsip ini dipandang sama-sama penting. Baik koherensi internal maupun korespondensi eksternal diperlukan untuk memenuhi konsep kebenaran yang memadai. Integrasi koherensi dan korespondensi dapat mengatasi kelemahan masing-masing teori.

Beberapa usulan sintesis teori ini misalnya yang dikemukakan oleh Nuel Belnap, yang menyatakan bahwa suatu teori ilmiah harus memenuhi postulat koherensi sekaligus korespondensi. Atau model "koherensi terpimpin korespondensi" dari Ronald Giere, yang mengusulkan bahwa koherensi internal tetap penting namun harus dibatasi oleh kendala korespondensi empiris.

Ada juga usulan bahwa koherensi dan korespondensi sebaiknya dipandang sebagai konsep kebenaran yang saling melengkapi dalam domain yang berbeda. Misalnya, koherensi lebih tepat diterapkan pada ilmu formal seperti matematika, sementara korespondensi untuk ilmu alam dan ilmu sosial yang menguji teori dengan data empiris.

Perdebatan mengenai koherensi dan korespondensi dalam filsafat ilmu terus berlanjut hingga saat ini. Namun secara umum terlihat adanya kecenderungan untuk memadukan kedua prinsip tersebut dalam konsepsi kebenaran ilmiah yang komprehensif. Baik koherensi internal maupun korespondensi eksternal dipandang penting untuk menilai validitas pengetahuan ilmiah secara objektif. Dengan memadukan koherensi logis dan konsistensi sistematis dengan korespondensi empiris terhadap fakta, maka konsep kebenaran dalam filsafat ilmu menjadi lebih komprehensif dan objektif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun