Hal yang ditunggu-tunggu pekerja menjelang hari raya Idul Fitri adalah Tunjangan Hari Raya (THR). Merupakan hal yang sangat wajar bila para pekerja meminta THR pada perusahaan tempatnya bekerja, namun hal yang tidak wajar adalah apabila ada organisasi kemasyarakatan (ormas) meminta THR pada perusahaan di lingkungan tempatnya berada melalui surat edaran.
Pekerja bekerja pada perusahaan dengan meluangkan waktu, tenaga juga pikiran demi perusahaan tempatnya bekerja dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan keuntungan yang bisa dinikmati mereka, para pekerja meski tak seberapa, hanya sekedar gaji bulanan. Pertanyaannya apakah ormas melakukan hal yang sama seperti halnya para pekerja?
Salah seorang ketua umum ormas mengatakan bahwa permintaan THR pada perusahaan adalah bentuk permintaan ormas dari sisi tanggung jawab perusahaan pada masyarakat, Corporate Social Responsibility (CSR). Hal yang sangat wajar apabila ormas meminta CSR tersebut dialokasikan dalam bentuk THR pada mereka dan ini tidak melanggar hukum. Apabila dianggap melanggar hukum, silakan lapor ke polisi, begitu jawabnya (kompas.com).
Hal yang membingungkan antara harus memberi atau tidak. Apabila diberi maka perusahaan yang bersangkutan sudah ditandai sebagai mesin ATM. Bila tidak diberi, apakah ada keamanan dari unsur intimidasi dan/atau ancaman karena perusahaan tersebut berada di area tempat ormas berkuasa.
Ormas, Dulu dan Sekarang
Keberadaan ormas tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya negara Republik Indonesia, dari yang bersifat kedaerahan sampai nasional. Ormas yang bersifat kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan banyak lagi lainnya. Ormas yang bersifat nasional seperti Budi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Gerakan Pemuda, dan lainnya.
Semua ormas di jaman pergerakan kemerdekaan Indonesia memiliki cita-cita dan tujuan yang sama, memajukan budaya daerah, perekonomian dan persatuan bersama demi kemajuan Indonesia merdeka. Atas kesadaran dan tujuan bersama demi Indonesia merdeka, kesemua ormas tersebut bersatu dan mengikrarkan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Itu dulu, jaman sebelum kemerdekaan. Bagaimana dengan sekarang?
Dulu, ormas di jaman sebelum kemerdekaan berusaha menghidupi organisasi dengan berbagai macam kegiatan dari dana anggota, pun mendirikan sentra-sentra ekonomi bersama untuk bisa besar bersama. Kini ormas di jaman sekarang banyak anggotanya yang berusaha hidup dari organisasi dengan meminta-minta pada perusahaan juga instansi, namun minim kegiatan selain penjagaan keamanan keusilan anggotanya pun ormas lain di luarnya.
Peran aparat keamanan dan polisi pun pindah posisi dengan cara yang tidak resmi. Salah satu tujuan berdirinya ormas adalah untuk memberdayaan masyarakat, nyaris tidak pernah kelihatan bentuknya. Boro-boro memajukan budaya daerah dan perekonomian, yang ada hanyalah sisi premanisme lokal dari cara-cara berkelompok bersama. Beda ormas, beda pula tujuannya, semuanya saling unjuk gigi demi supremasi siapa yang paling kuat dan paling berkuasa di satu area.
Berita media kerap dihiasi dengan cerita pertikaian ormas karena berebut lahan kekuasaan. Ormas yang satu tidak mau daerahnya dikuasai oleh ormas lain. Ketika sentra ekonomi berdiri, mereka berebut untuk menguasai, minimal lahan parkir. Ketika pembangunan infrastruktur masyarakat dibangun untuk kepentingan publik, kontraktor atau perusahaan yang melakukan pembangunan tersebut tak luput dari tuntutan 'uang jago'. Bila tidak diberi maka pembangunan harus dihentikan tanpa alasan yang jelas, kerugian pun ada pada masyarakat setempat.