Mohon tunggu...
Luqman Hakim
Luqman Hakim Mohon Tunggu... Desainer - Tinggal di Depok masih pengen jadi orang kreatif, terus, sampai tua, sampai nggak bisa kreatif lagi.

Orang biasa dan bukan siapa-siapa. Bukan wartawan, bukan penulis, bukan kartunis, bukan komikus, bukan fotografer, bukan desainer, bukan animator, jangan juga nuduh Art Director apalagi Creative Director, bukan dan bukan, pokoknya bukan siapa-siapa. Cuma orang biasa yang pengen tetep selalu kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kenaikan Harga dan Inflasi, Salah Siapa?

6 Juli 2014   00:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:19 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14045042631179344184

1,07%

0,26%

0.08%

-0.02%

0,16%

0,43%

Data menunjukkan ketika pemerintah menaikkan jumlah uang beredar dari bulan Maret yang jumlahnya sebesar Rp 853,494 triliun menjadi sebesar Rp 886,62 triliun di bulan April, inflasi justru bisa ditekan hingga -0,02%. Lho, paparan data di atas dan analisanya kok malah jadi ngawur dan nggak berdasarkan teori? Kenapa bisa ketika uang beredar ditambah, inflasi malah menurun?

Saya bisa saja menulis panjang lebar tentang keanehan-keanehan Ilmu Ekonomi, tapi yang pasti tulisan ini akan jadi sangat panjang. Bila masih penasaran, sebagai referensi baca saja buku The Death of Economics, tulisan Prof. Dr. Paul Ormerod. Ekonom Inggris ini menulis buku di tahun 1994 dan mengkritisi habis Ilmu Ekonomi yang tidak berbasis pada fakta nyata yang dihadapi di keseharian.

Kembali ke pertanyaan awal, siapa yang mengakibatkan inflasi?

Saya akan bertanya balik, masih mau pakai Ilmu Ekonomi untuk menganalisanya?

Bila masih mau, oke, kita bongkar dulu teori tentang kuantitas uang. Tokoh Ilmu Ekonomi Klasik, David Richardo bilang bahwa bila jumlah uang beredar banyak, maka ini akan mempengaruhi turunnya nilai uang atau kenaikan harga. Artinya bila uang yang beredar semakin banyak dan barang dan jasa yang tersedia jumlahnya tetap, maka terjadi kenaikan harga yang dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Teori ini kemudian dibantah oleh tokoh Ilmu Ekonomi Neo Klasik, Irving Fisher yang mengatakan bahwa kenaikan harga tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, namun juga dibarengi dengan kecepatan peredaran uang. Makin banyak orang yang membelanjakan uangnya, makin berpengaruh pada kenaikan harga.

Duh! Teoritis sekali, meski penerapannya relatif sederhana dan bisa dilihat di keseharian. Saat banyak orang menghabiskan uang THR-nya untuk berbelanja menjelang Lebaran, para pedagang pun tergelitik untuk menaikkan harga. Mereka berpikir kapan lagi bisa mendapat keuntungan besar kalau tidak di masa menjelang Lebaran begini?

Pertanyaannya, apakah persediaan barang dan jasa yang ada jumlahnya cukup tersedia atau tidak?

Sering kita baca di media, pemerintah mengerahkan kekuatannya untuk menyediakan stok bahan kebutuhan pokok lebih dari biasanya di saat Ramadhan hingga setelah Lebaran agar kebutuhan masyarakat terpenuhi. Pun untuk jasa transportasi mudik, perusahaan-perusahaan transportasi darat, laut dan udara selalu menyiapkan armada tambahannya di saat Ramadhan hingga setelah Lebaran.

Tapi kenapa harga kebutuhan pokok selalu saja naik menjelang Lebaran? Kenapa juga biaya transportasi selalu dikenakan toeslag alias tambahan biaya pembayaran transportasi apalagi saat hari mulai mendekati Idul Fitri hingga setelahnya?

Secara sederhana, orang-orang yang semena-mena menaikkan harga juga ingin punya uang yang banyak, namun mereka tidak sadar bahwa cara yang lazim dilakukan ini menjadi pemicu inflasi dan nilai uang makin menurun.

Ayo, jangan suka memainkan harga seenaknya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun