Film ini dimulai dengan typical pembuka film horor atau misteri pada umumnya yang menempatkan tokoh lain untuk menunjukkan apa yang terjadi, dimana pada film ini tirai dibuka dengan menunjukkan satu wanita muda yang menyewa rumah kentang sebagai tempat tinggalnya dan bersama teman-temannya melakukan permainan jelangkung untuk menunjukkan kepada bahwa tidak ada yang namanya hantu, lalu seperti bisa ditebak wanita yang menempati rumah itu meninggal dibunuh hantu anak kecil yang mendiami rumah kentang tersebut.
Cerita kemudian berlanjut dengan kepulangan Farah (Shandy Aulia) dari kuliahnya di melbourne karena wafatnya sang ibunda yang pada akhirnya membawa Farah untuk mengetahui bahwa ibunya mewariskan sebuah rumah, yaitu rumah kentang. Farah dan adiknya Rika (Tasya Kamila) mau tidak mau menempati rumah tersebut karena hanya itu rumah yang mereka miliki, hororpun mulai menghantui kedua kakak beradik ini hingga pada akhirnya Rika dilukai oleh hantu anak kecil tersebut dan dilarikan kerumah sakit, hal ini menambah beban Farah dan ketika keputusasaan Farah semakin memuncak datanglah kekasih Farah yang diperankan oleh Gilang Dirgahari, namun horor rumah kentang terus berlanjut dan berakhir dengan ending yang bisa ditebak oleh siapapun yang menonton film ini.
Dari segi cerita dan eksekusi, Rumah Kentang dapat dikatakan memiliki posisi yang sangat lemah, alur cerita yang dapat ditebak meskipun tidak secara totalitas, logika alur cerita yang pada beberapa bagian scene terlihat kurang masuk akal, dan eksekusi akhir yang masih belum sempurna menjadi point-point penting yang menjatuhkan keseluruhan nilai film ini. Pada salah satu scene dimana ada pembeli yang berniat membeli rumah ini diperlihatkan bahwa hantu penunggu rumah kentang tidak senang dan memporak-porandakan salah satu kamar, pad adegan ini masih terlihat sebuah benang menarik salah satu meja.
Untungnya segi cerita dan eksekusi akhir yang lemah ini dapat diimbangi dengan cinematography yang terbilang mumpuni, angle gambar dan efek optic yang enak dilihat oleh mata membuat kita tetap terkonsentrasi pada layar selama hampir 2 jam.
Secara keseluruhan film ini tidak dapat dibilang buruk, karena film ini murni menjual horor tanpa ada bumbu seks yang terkadang membiaskan makna film horor itu sendiri, meskipun masih terdapat kelemahan dibeberapa point namun film ini layak ditonton tanpa melihat batasan umur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H