Mohon tunggu...
Lupita Prashanti
Lupita Prashanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Hewan

book enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bagai Ajang Kompetisi, Satwa Liar Dieksploitasi jadi Konten dan Tropi Kepemilikan!

16 Juni 2022   07:13 Diperbarui: 16 Juni 2022   07:58 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Sering kita jumpai video maupun foto tingkah laku hewan yang menggemaskan di berbagai media sosial, baik hewan peliharaan maupun satwa liar. Perasaan jenuh dan lelah saat melihat tingkah lucu hewan seketika lenyap berganti dengan perasaan senang serta gemas. Sayangnya, banyak konten kreator yang menjadikan hewan terutama satwa liar sebagai penarik minat penonton di sosial medianya. Dari berbagai laman serta media sosial lainnya, kita akan dengan mudah mendapati seorang influencer, publik figur, bahkan seorang pejabat pemerintahan yang memelihara dan menjadikan satwa liar sebagai konten media sosialnya.  Dengan kedok membagikan keseharian satwa tersebut, para pemilik mengabaikan hal-hal yang tak sepatutnya dilakukan saat memelihara satwa liar. Selain itu, hal ini memicu individu lain untuk memelihara satwa liar entah dengan cara yang legal maupun illegal.

            Pada dasarnya, satwa liar tidak seharusnya hidup berdampingan secara intensif dengan manusia. Hubungan antara manusia dengan satwa liar tetap memiliki batasan tersendiri, hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan baik bagi satwa maupun manusia itu sendiri. Terdapat banyak alasan mengapa satwa liar tidak seharusnya dipelihara.

  1. Resiko zoonosis
    Zoonosis merupakan penularan penyakit dari manusia ke hewan maupun sebaliknya. Menurut data WWF ( World Wide Fund) sebanyak 70% penyakit menular disebarkan melalui interaksi dengan satwa liar, contohnya kelelawar, unta, ular kobra, dan lain-lain. Dengan membatasi kedekatan serta kontak dengan hewan, terutama satwa liar dapat meminimalisir terjadinya zoonosis
  2. Perburuan dan perdagangan satwa liar
    Dengan adanya individu yang membagikan konten dengan satwa liar memicu keinginan individu lain untuk memelihara satwa liar sehingga terjadi pemesanan satwa liar pada pemburu. Tentunya untuk mendapatkan satwa liar tersebut menggunakan cara yang illegal. Menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tren peningkatan perdagangan satwa yang terlapor menjapai 55 kasus pada tahun 2017. Meskipun sempat menurun saat pandemi Covid-19, perburuan satwa liar tetap terjadi dengan adanya laporan 46 kasus perburuan dan perdagangan satwa liar.
  3. Penurunan populasi satwa
    Meningkatnya permintaan pasar akan satwa liar, akan memicu terjadinya perburuan dan perdagangan satwa liar. Perburuan satwa liar yang terus menerus dilakukan menyebabkan berkurangnya populasi satwa dalam wilayah tersebut. Penurunan bahkan langkanya suatu satwa dalam ekosistem akan merusak keseimbangan dari ekosistem tersebut. Sebagai bahan pembelajaran, kita mungkin perlu mengulas kembali peristiwa yang terjadi di Yellowstone, Amerika Serikat tahun 1926. Pada tahun tersebut manusia banyak melakukan perburuan hingga pemusnahan akan Serigala abu-abu yang dianggap sebagai predator. Pemusnahan predator tertinggi ini menyebabkan meningkatnya rusa yang menjadi konsumen utama dari serigala, sehingga banyak tanaman milik warga setempat yang habis dikonsumsi rusa. Hal ini membuktikan keseimbangan alam perlu dijaga, hilangnya satu spesies satwa dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
  4. Insting satwa
    Untuk bisa hidup berdampingan dengan manusia, hewan peliharaan seperti anjing dan kucing membutuhkan waktu sebanyak lebih dari ribuan tahun untuk menekan insting liar mereka untuk menyerang makhluk lain. Meskipun begitu, kita sering mendapati anjing dan kucing masih memiliki insting tersebut sebagai refleks pertahanan diri. Hewan peliharaan, anjing dan kucing, bahkan membutuhkan waktu yang begitu lama untuk bisa berdampingan dekat dengan manusia, apalagi satwa liar lainnya. Butuh waktu yang sangat lama untuk menekan insting menyerang tersebut.
  5. Animal Welfare
    Prinsip Animal Welfare  tercapai apabila hewan terbebas dari kelaparan, kehausan, kesakitan, rasa tidak nyaman, rasa takut dan stress, serta hewan mampu mengekspresikan tingkah laku alamiah. Namun sayangnya, pemilik satwa liar seringkali hanya mementingkan aspek kelaparan dan kehausan saja tanpa memedulikan aspek lainnya. Pemilik satwa bahkan tidak memberikan kandang yangn sesuai dengan tingkah laku hewan dan seringkali membuat konten yang dapat memicu rasa tidak nyaman dan stress pada satwa.

            Pemeliharaan  satwa liar tentunya tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Satwa liar tentunya harus hidup di alam liar, seperti hutan dan taman nasional. Satwa liar yang mengalami kecacatan pun sebaiknya tetap diberi tempat tinggal di balai konservasi atau kebun binatang, hal ini menjadi pilihan terbaik baik bagi  satwa maupun manusia itu sendiri mengingat banyaknya resiko yang dapat terjadi saat memelihara satwa liar. Selain itu, merawat serta melestarikan satwa liar dapat dilakukan dengan mengikuti program Orang Tua Asuh Satwa yang banyak diadakan oleh kebun binatang di Indonesia. Pada program tersebut, orang tua asuh akan membiayai hidup satwa dengan tetap memberikan tempat tinggal yang layak bagi satwa di kebun binatang dan satwa mendapat penanganan lebih dari keeper  serta dokter hewan di kebun binatang. Hal lain yang dapat kita lakukan jika mendapati konten mengenai satwa liar maupun akun yang menjual satwa liar, kita dapat melakukan report  pada akun tersebut serta melaporkan pada call centre Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta dibuktikan dengan bukti unggahan dari akun tersebut. 

            Manusia, hewan, serta tumbuhan merupakan makhluk Tuhan yang hidup secara berdampingan. Menyepelekan dan mengabaikan keberadaan makhluk ciptaan Tuhan lainnya akan berdampak buruk bagi kehidupan. Begitu pula sebaliknya, melestarikan, menjaga, serta merawat makhluk ciptaan Tuhan lainnya akan membawa kebaikan bagi kehidupan. Satwa liar ada, bukan untuk menjadi bahan pertunjukan dan ajang adu kepemilikan. Satwa liar ada dan hidup, untuk dijaga serta dilestarikan demi keseimbangan hidup untuk manusia.

Sumber :

Hidanah, Sri dkk . 2015. Pengantar Ilmu Veteriner. Surabaya. AUP. 

Kasus Perdagangan Tanaman dan Satwa Liar Turun Selama Pandemi 2020. Databoks. (2022). Retrieved 15 June 2022, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/18/kasus-perdagangan-tanaman-dan-satwa-liar-turun-selama-pandemi-2020

Rahayu, P. (2022). Zoonosis dan Satwa Liar | Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. Dlhk.jogjaprov.go.id. Retrieved 15 June 2022, from https://dlhk.jogjaprov.go.id/zoonosis-dan-satwa-liar 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun