Mohon tunggu...
Lunetta Shafa Ekaputri Irawan
Lunetta Shafa Ekaputri Irawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perilaku Intimidasi Senior-Junior

19 Desember 2023   20:27 Diperbarui: 19 Desember 2023   20:56 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita membayangkan suasana awal sekolah atau awal menjadi mahasiswa, gambaran yang pertama kita bayangkan pasti adalah berkenalan dengan teman baru, menikmati kebersamaan dan juga bersosialisasi dengan lingkungan baru dengan tenang dan senang. Namun sayangnya, gambaran itu tidak berlaku di semua sekolah atau kampus. Ada masanya kita akan terintimidasi oleh keberadaan senior yang sudah lebih dahulu menempatkan posisi kita. Hal ini memunculkan ketidaksetaraan kekuatan sosial sehingga menghasilkan hubungan antara senior dan junior yang tidak sehat.

Awalnya, saya berpikir hal itu adalah hal wajar. Namun, seiring berjalannya waktu dan pada waktunya saya merasakan menjadi senior, hal itu bukanlah hal yang penting dan bukan hal yang harus dilakukan seperti Tradisi. Lalu pertanyaan-pertanyaan mulai muncul di kepala saya, seperti "Sejauh mana tradisi Senior-Junior dapat membentuk karakter siswa atau mahasiswa baru?", "Apakah sangat penting untuk senior mengintimidasi siswa atau mahasiswa baru?" Mungkin menurut mereka yang setuju akan senioritas, mempunyai pengalaman persis yang pernah dialami lalu menurunkan ke junior nya. Lalu pertanyaannya, sampai kapan hal ini akan berlanjut?

Menurut Riauskina (dalam Yandri, 2014) penyebab terjadinya peristiwa turun temurun atau tradisi senioritas ini yaitu balas dendam, memperlihatkan kekuasaan yang dimiliki serta posisi dan umur yang lebih tua. Jika si junior tidak memperlihatkan etika yang diharapkan oleh senior, maka senior akan menganggap itu tidak sopan, dan tidak jarang juga senior akan menegur atau bahkan menggertak juniornya. Di Indonesia, ada budaya menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Hal itulah yang sering dimanfaatkan oleh para senior, bersembunyi dibalik kata sayang dan menjadikannya tameng. Namun, perilaku tersebut tidak bisa dibenarkan pula. Apakah satu- satu nya jalan itu hanya menggertak? Menurut saya tidak, karena jika senior ingin dilihat lebih baik oleh juniornya, maka tunjukkanlah juga hal-hal baik kepada junior. Tidak harus ada gertakan ataupun bahkan kekerasan.

unsplash
unsplash

Pembentukan karakter siswa atau mahasiswa baru dengan senioritas atau yang biasa disebut MOS ialah untuk menghormati orang-orang yang lebih tua. Seharusnya, orang yang lebih tua menunjukkan hal-hal yang baik pula, kan? Namun makna senioritas ini berbanding terbalik dengan kenyataannya. Karena yang sebagian orang rasakan setelah mendapat aksi senioritas ini adalah perasaan takut, bahkan trauma untuk sekadar bertemu dengan
senior nya. 

Dikutip dari penelitian oleh A. Octamaya Tenri Awaru pada tahun 2017 dengan judul "Konflik Dialektika Mahasiswa Senior dan Junior di Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar" menyebutkan bahwa dampak negatif dalam senioritas menimbulkan rasa tertekan dan ketakutan junior atas perilaku senioritas yang dilakukan oleh para senior. Karena memang perlakuan-perlakuan seperti memerintah, gertakan, bentakan, atau bahkan pemberian julukan- julukan aneh bertujuan untuk menghibur senior semata, tetapi bisa cukup berdampak buruk bagi junior yang merasakan. Lalu, jika hasil yang didapat dari senioritas adalah rasa menghormati dan rasa kedisiplinan tetapi ditambah dengan rasa ketakutan dan mental yang buruk, apakah para senior merasa berhasil melakukan hal yang 'katanya' memang harus dilakukan itu?
 
Menurut saya, perilaku senioritas itu tidak penting dan tidak dapat dibenarkan pula jika tujuannya untuk mendisiplinkan junior dengan perlakuan-perlakuan buruk yang sudah disebutkan di paragraf sebelumnya. Bukannya membentuk karakter, tetapi malah membentuk dan menciptakan budaya yang tidak sehat. Ada baiknya, jika sistem senioritas ini berubah menjadi makna senioritas yang lebih baik, seperti memberikan pemaparan-pemaparan materi tentang seberapa pentingnya kesopanan, kedisiplinan, dan lainnya. Mungkin para junior juga tidak akan kesusahan untuk mengerti bila penyampaiannya pun juga jelas dan baik. 

Mengutip dari situs Kumparan yang ditulis oleh Rustiningsih Dian Puspitasari yang berjudul "Senioritas, Penting Enggak Sih?", mengatakan bahwa beberapa sekolah meminimalisir perilaku senioritas dengan mengakalinya melalui pelatihan siswa baru bersama tentara KODIM. Diharapkan karakter yang saat masih terjadi melalui senioritas dapat dibentuk lewat gemblengan/didikan dari tentara KODIM yang disiplin, mandiri, tangguh, berani, bertanggung jawab, dan lain sebagainya.

Adapun beberapa cara alternatif untuk mengubah sistem senioritas menjadi pemaparan yang lebih positif. Pertama, Mentoring dan Pengembangan Keterampilan Sosial. Di mana para senior bisa membuat program pengembangan materi kepemimpinan, keterampilan sosial lingkungan sekitar, kesopan-santunan, dan komunikasi yang baik. Dengan cara itu, para junior mungkin akan lebih tertarik untuk mengikutinya tanpa ada rasa tekanan ataupun paksaan. Dan output yang didapat juga akan lebih positif.


unsplash
unsplash

Kedua, Partisipasi Kolaboratif. Senior bisa membangun suasana dan lingkungan yang mendukung aksi kolaboratif seperti mengadakan permainan atau kegiatan yang mengandung materi kepemimpinan, solidaritas, dan kerja sama antar senior dan juniornya. Dengan begitu, junior akan merasa bahwa mereka tidak belajar sendiri, dengan adanya keberadaan senior yang membantu mereka, akan timbul perasaan untuk
membangun hubungan yang positif bersama senior-senior nya. Lalu, mungkin output yang diharapkan dari junior akan terjadi jika para senior menjalankan tugas nya dengan baik.

Masih banyak lagi cara untuk meminimalisir perilaku senioritas. Jadi, tidak perlu memakai gertakan, bentakan, atau bahkan kekerasan, kan? Menciptakan budaya baru yang baik dan menjadi orang-orang yang memutus rantai tradisi yang buruk juga tidak menjadikan kita orang jahat. Menghormati juga tidak selalu yang muda ke yang lebih tua saja, tetapi yang lebih tua juga harus menghormati yang muda karena begitulah kehidupan kita. Semua orang mempunyai hak untuk merasa aman, merasa nyaman di mana pun, dan dihormati, bukan hanya yang lebih tua saja yang punya hak untuk dihormati.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun