Secara sederhana, inklusi keuangan menjamin kesetaraan akses pada produk dan layanan keuangan bagi setiap anggota masyarakat, termasuk masyarakat miskin, masyarakat desa, perempuan, penduduk usia muda dan penyandang disabilitas.Â
Sementara literasi keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan serta keterampilan konsumen dan masyarakat sehingga mampu mengelola keuangan dengan baik.Â
Inklusi keuangan perlu dibarengi dengan literasi keuangan yang baik agar setiap masyarakat mengetahui dan mampu memanfaatkan produk maupun layanan keuangan secara tepat dan sesuai dengan kebutuhannya, baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang.Â
Selain itu, literasi keuangan dapat mencegah seseorang dari membuat keputusan keuangan yang keliru dan merugikan dirinya, seperti terlilit utang akibat pinjol ilegal dan tertipu investasi bodong akibat tidak memahami konsep manajemen risiko dalam investasi.Â
Pada 2020, indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 81,4%. Pemerintah menargetkan indeks inklusi keuangan di angka 90% pada 2024 mendatang.Â
Inklusivitas keuangan yang semakin baik ditandai pula oleh hasil survei Financial Inclusion Insight (FII) tahun 2018 bahwa kepemilikan rekening antara laki-laki dan perempuan sudah hampir setara.Â
Meski kesenjangan kepemilikan rekening mengecil, indeks inklusi keuangan perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan laki-laki berada di angka 77,2% sedangkan perempuan di angka 75,2%.Â
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa masih ada gap yang cukup besar antara indeks inklusi dan tingkat literasi keuangan perempuan. Indeks inklusi keuangan perempuan 75,2% dibanding tingkat literasi keuangan yang hanya 36,13%. Itu artinya, setiap 100 perempuan, 75 diantaranya sudah mendapat akses layanan keuangan formal, tapi hanya 36 perempuan saja yang tingkat literasinya tinggi.Â
Kondisi serupa juga terjadi pada generasi muda. Hal ini dinyatakan dalam riset kerja sama antara Bank OCBC NISP dan NielsenIQ bahwa rata-rata tingkat literasi generasi muda Indonesia hanya 37,72 dari skala 0-100. Angka ini jauh di bawah Singapura yang tingkat literasi keuangan generasi mudanya mencapai skor 61.Â
Riset tersebut juga menunjukkan bahwa hanya 14,3% anak muda yang terlihat berusaha menuju sehat finansial tapi kondisi mereka belum ideal. Sementara 85,6% lainnya memiliki kondisi finansial yang "kurang sehat".Â
Salah satu sebabnya adalah kurangnya pemahaman generasi muda akan pengelolaan keuangan yang tepat. Padahal literasi keuangan bagi generasi muda dapat membantu mereka dalam membuat keputusan dan mencapai kemandirian finansial, termasuk soal mempersiapkan dana darurat dan dana pensiun sedini mungkin.Â