Ada dua jenis puasa dalam kepercayaan Konghuchu, yaitu puasa jasmani yang dilakukan pada bulan Imlek dan puasa rohani yang dilakukan dengan menjaga diri dari hal-hal yang dianggap asusila.
Bersamaan dengan ibadah puasa Ramadhan yang sedang dijalani oleh umat Islam, umat Kristen dan Katolik juga menjalani puasa pra-Paskah yang berlangsung selama 40 hari, yang dihitung sejak hari Rabu Abu hingga Jumat Agung (Hari Raya Wafat Yesus Kristus). Ibadah puasa ini dikenal dengan istilah berpantang dan berpuasa.
Aturan tentang puasa berkaitan dengan jumlah makanan yang diperbolehkan pada hari-hari puasa, sedangkan pantang berkaitan dengan kualitas atau jenis makanan.
Ketentuan puasa artinya makan kenyang satu kali sehari. Sementara pantang adalah setiap orang memilih dan menentukan sendiri hal-hal yang ingin dikurangi (biasanya adalah hal-hal yang paling disukai atau sering dilakukan), seperti pantang garam, pantang makan daging, pantang rokok, pantang jajan, pantang bermain game, pantang buka medsos dan sebagainya.
Meski aturan dan penerapan puasa antara agama Islam dengan agama lain berbeda, setidaknya ada beberapa kesamaan hikmah atau pelajaran yang dapat kita petik dari puasa.
1. Mengajarkan kita untuk mengendalikan hawa nafsu
Bagaimana pun aturan puasa yang ditetapkan dalam setiap agama, puasa sejatinya adalah latihan untuk mengendalikan hawa nafsu. Baik itu nafsu makan dan minum, berhubungan seksual maupun nafsu-nafsu duniawi lainnya.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin, puasa memiliki tiga tingkatan.Â
Pertama, puasa orang awam atau puasanya kebanyakan orang, yaitu hanya sebatas menahan lapar, haus dan hal-hal yang membatalkan puasa.Â
Kedua, puasa orang khusus, yaitu puasanya orang yang tidak sekadar menahan lapar, haus dan hal-hal yang membatalkan puasa tapi juga menahan pendengaran, penglihatan, tangan, kaki dan anggota badan dari perbuatan dosa dan maksiat.Â