Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Refleksi Hari Perempuan Internasional 2022]: Mendobrak Stigma Janda

8 Maret 2022   06:13 Diperbarui: 8 Maret 2022   08:33 7423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mendobrak stigma janda-gambar diunduh dari beritaku.id

Hal ini berawal dari ideologi gender yang berkembang di Indonesia, terutama selama era Orde Baru, melalui ideologi ibuisme negara.  

Melalui ideologi ibuisme negara, pemerintah telah menumbuhkan gagasan feminitas berdasarkan citra ibu ideal, yaitu perempuan yang patuh pada sifat biologis sebagai istri dan ibu yang penuh kasih.

Ideologi ini menekankan pada pernikahan heteroseksual yang penuh kesetiaan, di mana menjadi istri dan ibu adalah cara perempuan berkontribusi pada masyarakat. Sementara bekerja dapat diperbolehkan asalkan tidak mengganggu tugas utama yang disematkan kepada perempuan, yaitu mengurus suami, anak-anak dan rumah tangga.

Ideologi ibuisme negara inilah yang kemudian diejawantahkan ke dalam lima prinsip Dharma Wanita (Panca Dharma Wanita) dan disosialisasikan melalui program Pembinaan Kesejahteraan Keluarga.

Citra ibu yang dibentuk oleh negara selama Orde Baru dan masih lestari hingga kini, menuai kritik dari pengamat Indonesia maupun asing. Kritik utamanya adalah tentang domestifikasi perempuan yang dilembagakan melalui Dharma Wanita dan tidak adanya wacana resmi tentang citra janda.

Dengan kata lain, janda dianggap tidak memenuhi kriteria seorang perempuan atau ibu yang ideal. Itu sebabnya di masyarakat kita, janda dianggap tidak lebih dari seorang perempuan gagal yang tidak becus mengurus rumah tangganya.

Mengapa Perempuan Takut Menjanda?

Stigma negatif terhadap janda berpotensi menumbuhkan dan memelihara bibit-bibit pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Banyak perempuan bersuami yang tidak bahagia dengan kehidupan pernikahannya karena berkali-kali diselingkuhi dan menjadi korban kekerasan si suami. Logika waras mana pun pasti akan mengatakan bahwa suami bertabiat iblis macam itu seharusnya diceraikan saja.

Lalu, mengapa perempuan lebih memilih bertahan pada hubungan pernikahan yang tidak sehat?

Pertama, mereka takut pada stigma janda yang dilekatkan oleh masyarakat.

Bukan hanya masyarakat, keluarga besar pun kadang tidak bisa menerima status janda mereka. Bagi keluarga besarnya, mereka adalah aib sehingga akan didesak untuk segera menikah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun