Kemajuan teknologi turut memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Jika dulu informasi hanya bisa diperoleh melalui media konvensional, sekarang masyarakat dapat memperoleh informasi apa pun yang mereka inginkan dari media daring bahkan media sosial.Â
Namun, kehadiran media daring yang kini mulai menggeser eksistensi media konvensional lebih banyak mengutamakan kecepatan dibandingkan ketepatan. Tidak sedikit media daring yang menampilkan judul berita yang sensasional dan bombastis hanya untuk mengundang klik pembaca.
Salah satu aspek dari pemberitaan di media yang menarik untuk dibahas adalah inklusivitas bagi kaum marginal, seperti kaum miskin perkotaan, penganut agama atau aliran kepercayaan tertentu, perempuan korban kekerasan, korban perdagangan manusia, masyarakat tradisional, kelompok disabilitas, kelompok LGBT dan sebagainya.
Media berkontribusi dalam memberikan pemahaman tentang kelompok marginal pada masyarakat luas. Pemberitaan yang tidak akurat tentang kelompok marginal dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat sehingga berpotensi melanggengkan stereotipe dan diskriminasi pada kelompok tersebut.
Hal ini dapat diketahui melalui cara media dalam merepresentasikan atau menggambarkan suatu kejadian, sekelompok manusia atau realitas sosial lainnya kepada khalayak. Minimnya representasi kelompok marginal di media akan membuat mereka terlihat "asing" dan semakin terabaikan dari suatu sistem ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Â
Inklusivitas Media Kita
Lembaga riset dan studi media, Remotivi, pernah merilis laporan Indeks Media Inklusif pada 2020 lalu. Indeks Media Inklusif (IMI) adalah rapor media dalam aspek inklusivitas. Inklusivitas sendiri merupakan prinsip yang menekankan pada kesetaraan akses dan peluang serta pelenyapan diskriminasi dan intoleransi yang menghambatnya.
Skor IMI diperoleh melalui penelitian yang dilakukan terhadap sepuluh media daring untuk pemberitaan mereka terkait kelompok marginal sepanjang 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 1.938 berita. Empat kelompok marginal tersebut adalah disabilitas, komunitas religius, perempuan dalam kekerasan dan keragaman gender dan seksualitas.
Penilaian didasarkan pada dua aspek, yaitu aspek standar jurnalisme dan afirmasi media. Penilaian pada aspek standar jurnalisme digunakan untuk mengukur kualitas berita yang didasarkan pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme. Sementara aspek afirmasi media berfungsi untuk mengukur tingkat dukungan media terhadap kelompok marginal.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa secara umum, kesepuluh media yang diteliti belum cukup berupaya menghadirkan suara kelompok marginal yang diberitakan. Hal ini dibuktikan melalui persentase antara narasumber non-marginal yang diberikan ruang mencapai 80,8% sedangkan ruang bagi narasumber marginal hanya 18,7% dan ada 0,5% narasumber yang profilnya tidak teridentifikasi.Â
Padahal memberikan ruang bagi narasumber marginal dapat membuat tone berita menjadi lebih baik dan positif (78,6%) sedangkan narasumber non-marginal hanya memberikan tone positif sebesar 36,1%.