Padahal secara medis, menstruasi bukanlah darah kotor sebagaimana yang selama ini diyakini. Mestruasi adalah darah yang keluar dari vagina yang terjadi karena proses peluruhan dinding rahim. Jadi, darah menstruasi sejatinya sama saja dengan darah yang keluar dari anggota tubuh lainnya.
Istilah 'darah kotor' untuk menyebut darah menstruasi juga tidak pas. Karena darah kotor sebenarnya adalah darah yang mengandung karbon dioksida hasil metabolisme tubuh. Darah kotor ini ada di bilik kanan dan serambi kanan jantung.
Dalam ilmu biologi, bahasannya masuk ke sistem peredaran darah, sedangkan menstruasi dibahas di sistem reproduksi. Dari sini saja sudah terlihat bedanya kan?
Kedua, persepsi yang keliru tentang menstruasi
Menstruasi masih dianggap sebagai ranah privat perempuan sehingga tabu bagi perempuan untuk membicarakannya di muka umum, apalagi kepada laki-laki.
Oleh karena itu, perempuan sebisa mungkin berusaha menyembunyikan keadaan kalau ia sedang menstruasi dari orang-orang sekitar.
Ketiga, keluarga atau orang-orang terdekat tidak memberi pemhaman yang benar tentang menstruasi
Pemahaman tentang menstruasi merupakan bagian dari pendidikan seks. Pasalnya, pendidikan seks pun masih dianggap tabu karena dianggap mengajarkan anak-anak untuk melakukan seks bebas.
Di Indonesia sendiri hanya 25% anak dan remaja perempuan usia 10-24 tahun yang paham tentang siklus menstruasi sebelum mendapatkan menstruasi pertamanya. Padahal pemahaman dasar tentang menstruasi dapat mencegah perempuan dari jebakan mitos dan informasi yang menyesatkan seputar menstruasi.
Akibat dari Tabu Menstruasi
Tabu menstruasi dapat memicu tindakan diskriminatif terhadap perempuan. Perempuan haid dianggap kotor, tidak suci dan menjijikkan sehingga harus diasingkan dari keluarga dan masyarakat.
Persepsi ini juga menimbulkan keengganan bagi laki-laki untuk membantu teman, saudara perempuan atau istri ketika mereka menstruasi, bahkan sekadar membelikan pembalut sekali pun.