Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tiga Hal Dasar dalam Memahami Self-Love dan Self-Acceptance agar Tidak Salah Kaprah

14 Juli 2021   11:37 Diperbarui: 14 Juli 2021   19:39 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis reflective journal sebagai sarana meningkatkan kualitas diri | Photo by Bich Tran from pexels

Pernah nggak ketika kamu lagi gulir-gulir media sosial, lalu berhenti di salah satu postingan temanmu yang menampakkan kesuksesannya, kemudian kamu merasa insecure?

Pernah nggak kamu (terutama cewek-cewek) merasa minder dengan fisikmu setiap menengok foto-foto seorang pemengaruh (influencer) yang mukanya glowing dan mulus banget kayak porselen?

Kemudian kamu mulai membanding-bandingkan diri dengan orang lain dan melontarkan komentar-komentar negatif pada diri sendiri (negative self talk).

"Dia keren ya, umur belum 30 tapi udah kaya. Nggak kayak aku yang bodoh, pengangguran, miskin pula."

"Aku memang nggak berguna."

Mungkin kamu pernah dengar suatu nasihat yang mengatakan bahwa apa yang orang tampilkan di media sosial bukanlah keseluruhan dari cerita hidupnya. Hanya karena orang tersebut menampilkan kesuksesan atau hal-hal yang menyenangkan, bukan berarti ia tidak pernah mengalami kesulitan.

Bisa saja kan, foto-foto yang membuatnya sering disangka jalan-jalan terus, ternyata adalah stok foto-foto lama? Atau bisa jadi ia harus bekerja keras mencari uang tambahan dengan kerja sambilan sampai mengorbankan akhir pekan demi bisa plesiran.

Media sosial memang bermanfaat sebagai sarana penjenamaan diri (personal branding). Namun di sisi lain, media sosial juga kerap menjadi tempat berkembangnya perundungan (cyberbullying), ujaran kebencian, berita hoax, pelecehan seksual dan kejahatan-kejahatan dunia maya lainnya. Hal inilah yang---menurut studi---membuat media sosial bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Sebagai respon atas kejadian-kejadian tersebut, mulailah ada kampanye dan edukasi tentang self-love (mencintai diri) dan self-acceptance (penerimaan diri). 

Tujuannya tidak lain adalah untuk menyebarkan pemahaman dan pesan positif, terutama pada anak-anak muda agar mereka mampu mencintai, merangkul, menghargai, dan menerima diri sendiri apapun kelemahan, kelebihan, kondisi dan perbedaan yang ada pada diri mereka maupun orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun