Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sindrom Upik Abu, Ketika Perempuan Takut Menjadi Mandiri

6 Juli 2021   12:37 Diperbarui: 20 Juli 2021   15:31 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cinderella Complex Syndrome (Sumber: shutterstock.com)

Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain. Pengetahuan dan kemampuan manusia yang terbatas membuat manusia saling bergantung dan bekerja sama.

Mandiri adalah suatu sikap di mana seseorang mampu mengambil keputusan secara tegas dan bijak atas dirinya. 

Sikap mandiri yang dimiliki seseorang bukanlah tanda bahwa ia tidak butuh bantuan siapapun. Kemandirian hanya berfungsi untuk mengurangi ketergantungan hidup pada orang lain, bukan menghilangkannya sama sekali.

Terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk berpendidikan dan berkarier seharusnya turut mendidik dan melatih perempuan agar lebih mandiri. 

Dengan sikap mandiri pulalah perempuan bisa belajar dan mencoba berbagai hal sehingga mampu berprestasi daan bermanfaat di bidangnya masing-masing.

Sayangnya, tidak semua perempuan menginginkan hal tersebut ada pada dirinya. Dengan kata lain, ada perempuan-perempuan yang justru takut akan kemandirian atau takut menjadi mandiri. Kondisi inilah yang dikenal sebagai Sindrom Upik Abu atau yang dalam bahasa Inggrisnya sering disebut Cinderella Complex Syndrome.

Apa itu? Kok bisa perempuan takut menjadi mandiri?

Baiklah, mari kita kuliti satu per satu.

Mengenal Sindrom Upik Abu

merasa cemas hidup sendiri merupakan salah satu karakteristik Sindrom Upik Abu | photo by Alex Green from pexels
merasa cemas hidup sendiri merupakan salah satu karakteristik Sindrom Upik Abu | photo by Alex Green from pexels

Sindrom Upik Abu atau Cinderella Complex Syndrome adalah kondisi psikologis di mana perempuan merasa takut menjadi mandiri dan secara diam-diam selalu mendambakan sosok "pangeran impian" yang akan menjaga, merawat dan memberi mereka kebahagiaan.

Istilah "Cinderella Complex" diperkenalkan oleh Collete Dowling, seorang terapis asal New York sekaligus penulis buku The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence.

Istilah ini terinspirasi dari dongeng klasik karya Charles Perault yang bercerita tentang seorang gadis, bernama Cinderella, yang hidup menderita akibat siksaan dari ibu dan saudara tirinya. 

Suatu ketika datanglah undangan pesta dansa ke rumah mereka dari sang pangeran. Tentu saja ibu dan saudara tiri Cinderella tidak ingin ia ikut.

Namun dengan pertolongan ibu peri, Cinderella bisa datang ke pesta tersebut. Di sanalah ia akhirnya bertemu dengan sang pangeran. 

Singkat cerita, sejak pertemuan itulah hidup Cinderella yang tadinya merana berubah menjadi bahagia.

Dilansir dari laman halodoc.com, ada tiga karakteristik dasar yang tampak pada pola psikologis perempuan dengan Sindrom Upik Abu, yaitu keinginan tidak sadar untuk dirawat dan diselamatkan terus-menerus oleh orang lain bahkan oleh yang bukan pasangannya. 

Adapun beberapa karakteristik lain yang ditemukan pada sindrom ini sebagaimana yang dikutip dari healthgrades.com antara lain:

  • Tidak mampu membuat keputusan sendiri dan selalu menyerahkan segala keputusan di tangan pasangan (Apakah ini juga termasuk perempuan yang suka jawab "terserah" ketika ditanya pacarnya mau makan apa?)
  • Merasa cemas hidup sendiri
  • Merasa kesulitan menghidupi dirinya sendiri
  • Lebih menyukai peran tradisional sebagai ibu rumah tangga dan ibu
  • Bersikap delusional akan sosok "Prince Charming", di mana sosok Prince Charming yang didambakan ini seringkali tidak rasional
  • Takut untuk keluar dari zona nyamannya
  • Ada keinginan yang kuat untuk selalu dimanja oleh pasangan

Sindrom Upik Abu memang belum secara resmi diakui sebagai gangguan mental, namun jika pola perilaku yang dijelaskan sangat ditekankan dan mengganggu kualitas hidup orang atau lingkungannya, maka hal itu dapat menunjukkan adanya gejala karakteristik Personality disorder atau Dependent Personality Disorder (gangguan kepribadian dependen).

Penyebab Sindrom Upik Abu

Ilustrasi dongeng Cinderella atau Upik Abu (dalam versi bahasa Indonesia) | sumber gambar: exploringyourmind.com
Ilustrasi dongeng Cinderella atau Upik Abu (dalam versi bahasa Indonesia) | sumber gambar: exploringyourmind.com

Perempuan selalu digambarkan, diimajinasikan dan didambakan sebagai sosok yang lemah lembut, penyayang, penyabar dan santun. Oleh karena itu, perempuan harus diperlakukan dengan hati-hati, lembut dan harus selalu dijaga.

Di alam bawah sadar seorang perempuan telah ditanamkan pemikiran bahwa kelak ia akan dinafkahi oleh pasangan. Oleh karena itu, para orangtua yang pola asuhnya masih sangat tradisional dan patriarkal tidak banyak mengajarkan tentang kemandirian, kerja keras dan membangun identitas diri yang kuat kepada anak-anak perempuannya. Mereka seringkali terlalu protektif dan tidak banyak memberi ruang bagi anak-anak perempuannya untuk aktif berekspresi dan bereksplorasi.

Lambat laun pemikiran ini akan terpatri sedemikian rupa sehingga jangan kaget kalau ada perempuan yang berpikir bahwa mereka tidak perlu punya mimpi terlampau tinggi atau bersusah payah membangun karier demi kemandirian finansial maupun aktualisasi diri karena segala kebutuhannya telah dicukupi oleh suami.

Pemahaman akan makna feminitas yang sempit telah membuat perempuan merasa cemas akan kesuksesan dan takut akan kemandirian. 

Ambisi, ketegasan, keberanian dan kemandirian perempuan dianggap menghilangkan esensi dari feminitas itu sendiri. Seolah-olah perempuan dengan karakteristik demikian merupakan perempuan yang kurang feminin.

Sindrom Upik Abu tidak hanya dialami oleh perempuan yang terbiasa dimanja oleh orangtuanya atau yang orangtuanya terlalu protektif, tetapi juga kepada mereka yang kurang kasih sayang dari orangtua, terutama ayahnya. Hal ini akan mengakibatkan anak perempuan mencari kasih sayang dan perhatian dari banyak laki-laki di luar sana, sekali pun usia laki-laki itu terpaut sangat jauh dengan usianya.

Jika ia menemukan laki-laki yang tepat, tentu tidak masalah. Tapi bagaimana jika hal itu malah mengantarkannya pada hubungan yang beracun (toxic relationship)? Karena salah satu sebab perempuan terjebak bahkan sulit keluar dari hubungan yang beracun adalah adanya perasaan ketergantungan terhadap pasangan. Dan sayangnya ini bukanlah ketergantungan yang mutually dependent on the other (saling bergantung satu sama lain).

Kalau begitu, apakah salah jika seorang perempuan menginginkan laki-laki yang bersifat perhatian dan bertanggung jawab sebagai pasangan hidupnya?

Tentu saja tidak. Semua orang berhak memiliki tipe ideal mengenai calon pasangannya kelak.

Tapi betapa pun perhatian, tanggung jawab dan sifat ngemong dari pasangan Anda, bukan berarti sikap Anda yang terlalu bergantung (too dependent) itu bisa dibenarkan.

Wasana Kata

Sikap mandiri berlaku untuk siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Apapun status perkawinan, sosial dan ekonominya.

Perempuan yang menjalankan peran rumah tangga tradisional sebagai seorang ibu rumah tangga, bukan berarti tidak bisa mandiri. Banyak pula yang menjalani kehidupan rumah tangga dengan bahagia dan memiliki hubungan yang sehat dengan pasangan. 

Dalam keadaan sulit pun ia mampu menghadapi, memecahkan kesulitan dan membuat keputusan terbaik bersama suaminya. Bukan hanya melimpahkan segala beban dan menyerahkan semua keputusan di tangan pasangan.

Kemandirian tidak serta merta menghilangkan nilai-nilai feminitas. Tidak pula membuat Anda menjadi kurang feminin atau "kurang perempuan"

Jika Anda tahu betapa sikap mandiri telah membuat Anda menjadi pribadi yang lebih berguna, baik bagi diri sendiri, keluarga maupun orang lain, Anda seharusnya malu kalau bersikap manja dan ketergantungan.

Jangan jadi perempuan bodoh yang mudah meleleh hanya karena ada laki-laki yang mengatakan, "cewek manja tuh cute dan gemesin". Come on, girls! You're not living in a fairy tale.

Referensi : 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun