Kata orang-orang, aku beruntung hidup di negeri yang gemah ripah loh jinawi. Disini, matahari bersinar sepanjang tahun, dengan pergantian shift antara gelap dan terang yang masing-masingnya berlangsung selama 12 jam. Disini, hujan bisa menghapus panas, meluruhkan debu-debu sisa kemarau. Disini, kau bisa temukan apapun. Gunung-gunung menjulang tinggi, pantai-pantai cantik nan eksotis, hutan-hutan lebat paru-paru bumi.Â
Belum lagi kisah-kisah heroik para pejuang yang gugur di medan tempur. Atau kisah-kisah inspiratif para perintis, para pendiri Republik ini dengan kemampuannya berdiplomasi. Membuat mereka begitu disegani, bukan hanya di seantero negeri. Namun juga ke negeri-negeri di belahan bumi yang lain.Â
Itu hanyalah sepenggal romantisme masa silam yang kini dikoyak oleh para penguasa. Hutan-hutan terbakar. Pohon-pohon dan hewan-hewan mati bergelimpangan. Beberapa daerah dikepung asap. ISPA mengancam. Anak-anak tak bebas bermain dan bersekolah.Â
Sementara di Ibukota sana, anggota dewan membuat ulah. Independensi KPK dikebiri demi pundi-pundi tetap terisi. Revisi Undang-Undang tidak berpihak pada rakyat. Mungkin mata sudah buta, telinga sudah tuli dan nurani sudah mati. Mahasiswa memenuhi jalan-jalan, menyatakan tuntutan, menyuarakan aspirasi, berdemonstrasi.Â
Mungkinkah sejarah akan terulang kembali?Â
25/09/2019