Kalimat yang dicetuskan oleh seorang filsuf Prancis, Descartes ini aslinya berbunyi "aku berpikir maka aku ada". Namun sengaja saya ubah sedikit menjadi seperti yang terbaca pada judul diatas. Saya tidak akan membahasnya dari tinjauan filsafat karena ini bukan artikel filsafat. Lagipula saya juga bukan orang yang punya ilmu maupun kompetensi di bidang tersebut.Â
Membaca dan menulis itu seperti dua saudara yang tidak terpisahkan. Saling melengkapi satu sama lain. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari aktivitas keilmuan, seperti membaca, menulis dan berdiskusi. Dengan begitu, peradaban suatu bangsa akan maju dan berkembang.Â
Sebelum masyarakat mengenal tradisi tulis-menulis, orang menyampaikan pesan atau informasi secara lisan (tradisi oral). Bahasa tulis merupakan salah satu indikator yang membedakan peradaban pada zaman pra sejarah dan sejarah. Kebudayaan Sumeria dan Mesir Kuno yang merupakan salah satu kebudayaan tertua di dunia telah mengenal tulisan sejak zaman perunggu walaupun masih berupa simbol atau karakter sederhana untuk menggambarkan ide dan emosi manusia. Bahkan pada periode kekuasaan Firaun sampai berakhirnya kekuasaan Romawi, kebudayaan Mesir Kuno telah menghasilkan karya-karya sastra yang ditulis dalam Bahasa Mesir.Â
Tulisan atau karya tulis sebagai tolak ukur kemajuan suatu peradaban dapat dilihat misalnya pada kebudayaan Yunani. Peradaban Yunani Kuno dianggap oleh para sejarawan sebagai peletak dasar bagi kebudayaan Barat. Yunani sejak dulu dikenal sebagai gudangnya para filsuf terkemuka, seperti Aristoteles, Socrates, Plato dll yang hasil pemikiran dan karya-karyanya berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu filsafat. Pengaruh peradaban Yunani tidak hanya dirasakan pada bidang filsafat saja, namun juga ilmu-ilmu pengetahuan lainnya seperti matematika, bahasa, politik dan seni.Â
Begitu pula pada masa keemasan Islam yang banyak mencetak cendekiawan-cendekiawan Muslim hebat dan berpengaruh, seperti Imam Syafi'i. Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Khawarizmi, Al-Ghazali dll. Mereka adalah cendekiawan-cendekiawan yang produktif menulis dan menghasilkan banyak karya sepanjang hidupnya. Karya-karya mereka pun juga telah banyak dikaji dan turut memberi pengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.Â
Menulis adalah cara untuk mengikat ilmu yang telah didapat dari proses belajar agar tidak mudah lupa dan hilang begitu saja. Seperti yang dikatakan oleh sahabat mulia Ali ibn Abi Thalib, "ikatlah ilmu dengan menulis". Ingatan manusia punya keterbatasan. Manusia juga merupakan tempatnya salah dan lupa. Menulis adalah cara untuk merawat dan mengawetkan ingatan tersebut.Â
Seorang orator ulung akan dikenang karena gaya orasinya dan kalimat-kalimat ajaibnya yang mampu membuat orang terpesona. Tapi seorang penulis akan dikenang lewat buah pikirannya yang utuh dalam tulisan-tulisannya. Ketika seorang penulis meninggal dunia, jasadnya akan hancur dan kembali menjadi tanah, ruhnya akan kembali pada Sang Pencipta, namun pemikiran-pemikirannya akan tetap abadi bahkan menginspirasi mereka yang masih hidup. Oleh karena itu, selagi fisik dan pikiran masih sehat serta nyawa masih melekat di badan, menulislah. Menulislah agar orang tahu bahwa Anda pernah hidup pada suatu masa. Tulis saja apapun yang disenangi dan dikuasai agar orang lain juga bisa mendapatkan kebaikan atau manfaat dari tulisan yang Anda buat.Â
Sekian tulisan receh dari saya. Selamat malam. Selamat beristirahat.
Salam hormat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI