Mohon tunggu...
luna srengenge
luna srengenge Mohon Tunggu... -

Imaginer. Creature. Half human.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Most Powerful Weapon

25 Januari 2017   10:10 Diperbarui: 25 Januari 2017   10:29 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Saya sering bertanya tanya pada diri sendiri...  

What is the point of life?

What makes people struggling for what we called life?

Ketika pada akhirnya kita semua akan berakhir membusuk di dalam tanah, atau menjadi abu yang sisa sisanya menumpuk di tempat kremasi. Kita semua adalah same decaying matter.

Lalu kenapa begitu keras mencintai, begitu benci terhadap sesuatu, begitu mendiskriminasikan sesuatu, begitu mudah menghakimi.

Mungkin, apa yang menggerakkan kita adalah satu kekuatan terkuat yang bisa membangun kita dengan baik, tapj juga mnghancurkan kita dalam sekejap. Kekuatan senjata terkuat bernama CINTA. 

Saya bukan filsuf, saya sendiri belum paham benar bentuk cinta seperti apa. Yang saya tahu dan rasakan adalah, senjata ini begitu kuatnya... Ketika kita mencinta, kita akan menjadi orang yang luar biasa. Luar biasa positif,luar biasa termotivasi, luar biasa bahagia. Sehingga kita tidak akan mempermasalahkan lagi kostum yang orang lain pakai, perspektif yg ada. Tapi sayangnya senjata ini memiliki kelemahan, mudah sekali disusupi Ego. Ketika senjata ini ditumpangi ego, hal di luar apa yang kita cintai adalah tidak baik, adalah salah. Kemudian senjata ini berubah menjadi Benci. 

Mudah sekali menyusupi senjata ini, ketika kita berhasil membuat seseorang mencintai sesuatu, begitu dalam, kita hanya perlu memberi sejumput ego didalamnya. Maka cinta yang tulus tadi akan menjadi sempit pemaknaannya, kemudian berubah wujud. Menyublim. Tak bisa lagi melihat keindahan lain. Dengan mudah kita bisa mengontrol cinta cinta itu seperti keinginan kita. Seperti raut manja kekasih merengek minta dibelai,kemudian kita dengan terlenanya akan menuruti apa yang diminta. 

Sama seperti kita menjafi posesif terhadap apa yang kita cintai. Ego begitu besar membuat kita tega merubah apa yang tidak kita kehendaki dalam diri si kekasih,misalnya. Untuk kebaikan? Kebaikan seperti apa lagi yang lebih baik dari dua orang saling mengasihi, terlepas dari atribut apapun yang dipakai? 

Mengapa harus repot repot membuktikan siapa yang lebih baik dicintai,kemudian mencari pembuktian bahwa hal lain tidak lebih layak dicintai daripada apa yang kita cinta? Sama seperti setiap orang begitu mengagung agungkan kekasihnya di depan orang lain. Bangga, boleh saja. Tapi perlukah?. Apa karena cinta yang kita rasakan menurut kita sangat luar biasa, lalu kita memaksa orang lain harus melihat cinta terhadap apalah apalah itu seperti kita? Lalu karena kekasih orang lain terlihat lebih menarik,kemudian kekasih kita adalah buruk? Semua adalah indah dengan kelebihan dan ketidak sempurnaanya masing-masing. Bahkan sudut pandang yang berbeda pun indah jika kita tidak merasa lebih benar dari orang lain.

Pada akhirnya tidak ada satu orang pun yang lebih baik dari orang lain. Kita semua sedang menuju pembusukan. Tidak perlu membuktikan apa-apa. Pembuktian hanya mengarahkan kita pada penyempitan cara berpikir. Mengkaburkan kemurnian apa yang kita sebut cinta.Let love be love. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun