Mohon tunggu...
Luna nazmi Nur ramadhani
Luna nazmi Nur ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

luna nazmi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Makan Secukupnya

3 Desember 2024   15:57 Diperbarui: 3 Desember 2024   16:07 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

google
google
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan kebun, tinggal seorang anak bernama Dimas. Ia hidup bersama kedua orang tuanya yang sederhana. Setiap pagi, Dimas membantu ibunya menyiapkan sarapan, sedangkan ayahnya pergi bekerja sebagai petani. Kehidupan mereka memang tidak mewah, tetapi selalu ada cukup makanan di meja makan, meskipun sering kali hanya makanan sederhana seperti nasi, sayur, dan sedikit lauk.


Suatu hari, Dimas mendengar percakapan antara ibunya dan tetangga yang datang berkunjung. "Dimas itu harus belajar makan secukupnya, Bu," kata tetangga itu. "Jangan terlalu banyak, nanti malah jadi kebiasaan buruk. Apalagi kalau sedang banyak pekerjaan, kadang lupa untuk makan dengan baik."

Dimas yang mendengarnya dari balik dinding merasa penasaran. Ia tak tahu pasti apa yang dimaksud dengan "makan secukupnya." Selama ini, yang ia tahu hanya makan sebanyak mungkin agar kenyang dan kuat, supaya bisa bermain dan belajar dengan baik. Tapi ada rasa aneh di dalam hatinya. Apa benar makan terlalu banyak itu buruk?

Hari itu, setelah pulang sekolah, Dimas duduk bersama ibunya di ruang tamu. "Bu, apa maksudnya makan secukupnya?" tanyanya ragu.

Ibu Dimas tersenyum lembut dan mengangguk. "Makan secukupnya artinya makan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita, Nak. Tidak lebih, tidak kurang. Kita harus paham kapan tubuh kita sudah cukup mendapat energi dari makanan. Kalau kita makan berlebihan, tubuh bisa merasa tidak nyaman dan malah tidak sehat. Sebaliknya, kalau kekurangan, tubuh tidak punya energi yang cukup untuk beraktivitas."

Dimas mengernyitkan dahi, merasa bingung. "Jadi, kita tidak boleh makan sampai kenyang sekali?"

Ibu Dimas mengelus kepala Dimas dengan penuh kasih sayang. "Bukan tidak boleh, tapi kita harus belajar mendengarkan tubuh kita, Nak. Ketika tubuh sudah merasa kenyang, kita berhenti makan. Jangan terus dipaksakan, karena itu bisa membuat kita merasa lemas dan tidak enak badan."

Dimas terdiam, merenung. Di malam hari, saat makan malam bersama ayah dan ibunya, ia mencoba untuk makan perlahan dan memperhatikan apakah ia sudah merasa kenyang. Ia ingat kata-kata ibunya: "Dengarkan tubuhmu." Saat ia merasa perutnya sudah cukup penuh, ia berhenti makan meski nasi dan lauknya masih ada. Ternyata, ia merasa nyaman dan tidak terlalu penuh.

Beberapa hari kemudian, Dimas semakin terbiasa makan secukupnya. Ia tidak lagi merasa berat dan kekenyangan setelah makan. Badannya terasa lebih ringan, dan ia pun lebih bertenaga ketika bermain dan belajar. Terkadang, ia juga merasa lebih mudah tidur malamnya.

Pada suatu sore yang cerah, ayah Dimas bertanya, "Dimas, kenapa sekarang kamu tidak makan sebanyak dulu lagi? Apakah ada yang salah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun