Mohon tunggu...
LumbaLumba
LumbaLumba Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Mencoba berbagi kisah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gadis Tercantik di London (Perang Eropa)-26

15 April 2014   14:14 Diperbarui: 5 Juni 2023   17:40 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Spanyol negeri yang hangat dan romantis. Semoga MI5 tak akan mengendus pelarian Arabel ke negeri itu. Arabel berniat naik kapal menuju Spanyol siang ini juga.

------------------------                 -------------------------

        Arabel memandang radio gelombang pendek miliknya.

        Ia sudah mengontak Berlin dan mendapat jawaban. Namun jawaban yang didengar dari radio transceiver tersebut cukup mengecewakan. 'Papa' alias Wilhelm Canaris, sang kepala dinas Intelijen Jerman, tidak mengizinkan Arabel serta Eduard mundur dari London.

        "Situasi masih belum memungkinkan," Canaris memberi keterangan,"Fuehrer tidak mengizinkan. Setidaknya tunggu setelah tanggal 15 September. Bertahanlah sebisa mungkin. Kami akan menjemputmu dengan u-boot (kapal selam)."

        Arabel mengigit bibirnya.

        Hari ini tanggal 15 September. Paling cepat baru besok ia bisa kabur dari London. Sementara gadis bernama Stella itu masih disekap di rumah ini. Arabel sudah menanyainya namun selalu mendapat jawaban sama.

        Stella selalu menampik tuduhan bahwa dirinya anggota dinas Intelijen Inggris, MI5. Ia justru mengaku bekerja di harian Daily Herald. Namun Arabel dan Eduard masih tak percaya. Saat ini memang lebih baik bersikap hati - hati.

        Arabel lalu duduk di lantai pojok ruangan. Dua tangannya memeluk kedua kaki yang ditekuk. Wajahnya dibenamkan dalam - dalam. Hatinya selalu merasa was - was. Ingin segera pergi dari London. Hatinya bosan melihat perang.

        Arabel tak bergairah lagi. Di saat seperti ini sifat pemurung dan hatinya yang rumit makin kentara. Berkali - kali gadis itu menelan Aspirin untuk membantunya rileks. Sampai - sampai Eduard memperingatkannya agar tidak overdosis. Eduard sendiri sudah menyampaikan surat izin kepada bos kelompok sandiwara. Arabel bebas tidak masuk selama beberapa hari. Di saat menganggur di rumah, gadis Jerman itu merindukan kampung halamannya.

        Di musim gugur seperti ini, Bavaria selalu tampak indah. Di musim dingin nanti Arabel juga ingin bermain ski di pegunungan Alpen. Menikmati putihnya salju sambil meluncur. Sungguh menyenangkan. Semakin dikhayalkan, semakin Arabel ingin pulang ke Jerman.

        Gadis itu lalu bangkit. Mengambil segulung peta besar di atas almari dan membentangkannya di lantai. Eduard sedang pergi. Ia hendak membeli sesuatu dan sekarang belum juga pulang.

        Arabel menatap peta tersebut dengan seksama. Jemarinya bergerak dan mengetuk - ngetuk. Sepertinya ia sedang menghitung sesuatu.

***

        Sebuah pesawat Hurricane tampak melayang di luar London.

        Lancelot tengah mengemudikannya. Senang rasanya bisa terbang kembali. Kolonel Porter, rekan letkol Stewart, dengan sigap membantunya mendapatkan pesawat. Lancelot langsung bisa terbang kembali tanpa prosedur bertele - tele.

        Pesawat Hurricane-nya kini terasa lebih mantap dari sebelumnya. Sepertinya awak darat kolonel Porter sudah melakukan up grade pada pesawatnya.

        Mendadak sayup terdengar bunyi sirine tanda bahaya. Lancelot menengok keluar jendela kokpit. Apa Jerman menyerang lagi?

        Dugaannya segera terbukti lewat suara yang keluar dari radio di pesawat. Terdengar perintah kepada seluruh unit pemburu untuk mengudara. Serombongan pesawat Jerman ditengarai tengah menuju London.

        Kebetulan Lancelot sudah mengudara sejak tadi. Maka dengan segera pesawatnya menanjak, mencari pandangan yang lebih luas.

        Lancelot kini terbang ke arah selat Channel. Armada musuh telah terdeteksi muncul dari arah itu.

***

        Arabel meletakkan pensilnya. Ia baru saja corat - coret di atas peta.

        Sepertinya rencana yang disusunnya cukup bagus. Masuk akal dilakukan daripada menunggu penjemputan Canaris. Arabel tak yakin u-boot yang dijanjikan untuk menjemputnya akan segera tiba. Seandainya Hitler memberi izin secepat - cepatnya tanggal 16 September sekalipun, tidak gampang bagi u-boot tersebut untuk menjangkau pantai Inggris.

        Sebabnya, pangkalan u-boot terdekat jaraknya cukup jauh dari sini. Belum lagi AL Inggris mengadakan barikade laut yang ketat. Arabel tak mau menunggu.

        Bila siang ini kabur, Arabel berniat mengajak Eduard ke pelabuhan. Dari pelabuhan mereka akan menaiki kapal penumpang atau kapal dagang menuju Spanyol. Spanyol adalah negara netral sehingga bebas untuk keluar-masuk kesana.

        Arabel tahu bahwa meskipun netral, Spanyol bersimpati pada Jerman. Dengan begitu gampanglah dirinya pergi dari Spanyol ke Perancis yang telah dikuasai Nazi. Selanjutnya dari Perancis tinggal melakukan perjalanan darat menuju Jerman.

        Arabel tersenyum puas. Itulah rencana pelariannya.

        Spanyol dan Perancis. Di sana begitu indah. Oh, andai saja ini perjalanan bulan madu. Namun sebelum pikiran Arabel menjadi yang tidak - tidak, mendadak telepon berdering.

        Arabel begegas menyambar gagang telepon. Nyaris saja mulutnya mengucapkan kalimat,"guten morgen", 'selamat pagi' dalam bahasa Jerman. Untung kesalahan yang bisa berakibat fatal itu berhasil dicegah.

        "Yes?" Arabel memakai kosakata Inggris yang singkat.

        Rupanya panggilan itu berasal dari Eduard. Selanjutnya terjadilah percakapan. Mimik muka Arabel dengan cepat berubah menjadi serius. Dari kamar, Stella ikut mendengar bunyi telepon berdering. Gadis itu berusaha menegakkan kepala. Beberapa bagian tubuhnya terasa kesemutan. Ikatan di tangan dan kakinya begitu kencang.

        "Gefahrlich!" Arabel tiba - tiba berteriak dan membanting gagang telepon.

***

        Lancelot tercengang menyaksikan pemandangan di dibawahnya.

        Terlihat konsentrasi pesawat tempur Jerman yang sangat besar. Tidak mungkin Lancelot menyerang mereka sendirian. Tapi membiarkan mereka lewat begitu saja rasanya juga sayang.

        Akhirnya Lancelot mengambil keputusan. Ia hendak melakukan serangan raid terhadap armada tersebut. Menyerang dari atas, menembak satu - dua pesawat, lalu kabur secepatnya.

        Pesawat Hurricane Lancelot seketika menukik. Jarinya menempel erat pada tombol senapan mesin. Siap menembak.

***

        Brak! Pintu kamar Stella mendadak dibuka. Arabel menyeruak masuk.

        Stella mendongak dengan mata terbelalak. Raut muka Arabel sukar dijelaskan. Terpancar kesedihan sekaligus kegusaran di wajah cantiknya. Tanpa diduga Arabel lalu mengeluarkan Colt 1911-nya dan menodongkan ke kepala Stella.

        "Mmmh ... mmmh ...!" Stella berusaha berontak dengan mulut yang dibekap. Mempertanyakan tindakan Arabel. Tubuhnya menggeliat - geliat.

        "Maaf nona ...," Arabel menatap dengan pandangan berduka,"semua sudah selesai. Aku tak bisa membiarkanmu hidup lebih lama."

        Stella menggeleng dengan keras. Ia paham akan dibunuh. Bulir - bulir air matanya seketika menetes di pipi.

        Arabel mengokang pistolnya. Ia baru saja menerima berita buruk. Eduard terpergok MI5 dan saat ini sedang dikejar - kejar. Kejadian ini semakin menguatkan dugaan Arabel bahwa MI5 memang tengah mengincar mereka.

        Eduard baru saja menyuruhnya untuk kabur ke pelabuhan. Anggota Polisi Rahasia Jerman itu akan menyusul Arabel kemudian. Tapi sebelum itu Arabel mesti membunuh Stella demi menghilangkan jejak.

        Tangan Arabel lalu bergerak melepaskan bekapan di mulut Stella. Ia melihat gadis itu seperti hendak mengatakan sesuatu. Stella menatap Arabel dengan airmata berlinangan.

        "Baiklah kalau kau menginginkan nyawaku. Kurasa aku tak bisa menawar lagi. Tapi aku punya satu permintaan ...," nada suara Stella bergetar, "setelah perang ini selesai, carilah seorang pria bernama Lancelot Green. Tolong bahagiakan dirinya. Hanya kau perempuan yang bisa melakukannya. Berjanjilah padaku!"

        Sampai detik ini Stella masih memikirkan nasib Lancelot. Meski dirinya mati, Lancelot harus tetap hidup. Tekad Stella untuk membahagiakan Lancelot tak pernah pupus.

        "Lancelot Green? Pria yang dibenci penduduk London itu?" Arabel menaikkan alis, "bukankah dia kekasihmu? Aku beberapa kali melihatmu dengannya."

        Stella menggeleng - geleng dengan keras, "kami hanya teman. Dia tidak menginginkanku, dia menginginkanmu. Dia datang jauh - jauh ke London demi melindungimu, bukan aku."

        "Jadi ... gadis yang disukai Lancelot ... adalah aku?" Tangan Arabel yang memegang pistol gemetar. Jarinya yang menempel pada pelatuk mulai tak terkontrol. Sangat berbahaya. Tiap saat Arabel bisa menembak Stella tanpa sengaja.

        "Setelah aku mati, buang mayatku ke laut, "Stella berpesan, "jangan sampai Lancelot tahu kaulah yang membunuhku. Itu supaya dia tidak mendendam padamu. Kudoakan kalian hidup berbahagia selamanya." Hati Stella serasa teriris ketika mengatakannya.

        Mata Arabel berkaca - kaca, "kenapa kau baru mengatakannya sekarang? Sudah terlambat. Aku akan pulang ke Jerman. Tak bisa kembali ke London. Tapi baiklah, aku berjanji. Entah bagaimana aku menepatinya, tapi aku berjanji. Maaf kini waktumu sudah habis. Aku harus membunuhmu."

        Arabel siap menarik pelatuk pistolnya.

Bersambung

(Kisah ini ditayangkan tiap senin - rabu)

Di balik cerita :

Dalam film spionase seperti James Bond kerap kita jumpai seorang agen melakukan 'jalan - jalan' keliling dunia, muncul di satu negara kemudian pindah ke negara lainnya.

Bila dalam film acara 'jalan - jalan' itu bisa menambah romantisme cerita, dalam kehidupan nyata hal itu dilakukan agen demi menjalankan tugas atau menyembunyikan diri. Agen - agen selama Perang Dunia II sudah tak asing dengan acara 'jalan - jalan' semacam itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun