Mohon tunggu...
Andee Meridian
Andee Meridian Mohon Tunggu... -

the gembel mancanegara\r\n\r\npenggemar SBN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

I Love You, Kimchi !

28 September 2011   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:33 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hallo kimchi

Apa kabarmu hari ini ? semoga kamu sehat di sana. Seperti aku dan hao yang sehat di hanoi. Aku rindu sama kamu, makan kimchi bersama. Mengusap saus kimchi yang biasanya tersisa di sudut bibirmu.

Membangunkanmu di pagi hari dengan asap kopi hitam kesukaanmu. Maaf aku tidak bisa menuliskan banyak kata untukmu. Ini aku tulis dengan dibantu temanku yang pernah bersekolah di Jakarta.

Aku hanya ingin mengabarkan, aku akan menikah bulan depan. Hao akan mempunyai ayah lagi.

I love you, kimchi.

Salamku, hien

Hanoi, 2010-10-20

Sepucuk surat dari hanoi, mengganti kehadiran hien yang sudah 10 bulan meninggalkanku. Pada musim gugur tahun kemarin, ia dipaksa pulang ke negri kelahirannya oleh petugas imigrasi. Aku yang sedang menikmati kebersamaan dengan seorang wanita vietnam beranaksatu yang ditinggal wafat oleh suaminya itu, harus rela melepasnya. Ia enggan kembali ke negaranya setelah visanya habis setahun sebelumnya.

Ia tetaplah wanita paling menakjubkan yang pernah kukenal di negri yang saat ini sedang ku junjung langitnya. Ia mengajariku banyak hal untuk bisa bertahan hidup di tempat yang jauh dari rumah. Ia menularkan semangatnya kepadaku, seorang janda yang menghabiskan siangnya bersama riuh raungan mesin pabrik. Juga menghabiskan malamnya dengan menjadi selimut hangat bagi bayi laki-lakinya. Suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja sebulan sebelum ia melahirkan, ceritanya dengan mata berkaca-kaca saat pertama mengenalku.

Kimchi, begitu ia menjulukiku. Karena lalapan khas negri gingseng itu yang tak pernah terlewatkan oleh lidahku saat bersantap nasi. Tanpa hien, mungkin aku tak akan menjadi pecandu kimchi. Ia memaksaku mengunyah lembar kubis berwarna merah itu setiap kali jam makan tiba. Aku menyebut makanan itu lalapan rasa ketiak, ketika lidahku pertama mengunyahnya. Namun dengan telaten dan senyum yang selalu tergurat, hien terus membuat lidahku akrab dengan rasa kecut kimchi. Hingga aku benar-benar tak bisa makan tanpa lalapan itu.

Dari musim gugur ke musim gugur, durasi kebersamaanku dengan hien.Daun-daun maple kemerahan yang berserakan di pelataran saat musim gugur tiba menjadi halaman pembuka lembaran kenanganku bersamanya. Lalu tangis hao ketika susunya habis selalu terniang di telingaku. Bayi lucu yang baru tumbuh satu gigi saat digendong hien meninggalkanku.

Kepergian hien membuat pagiku bergantung pada alarm handphone. Ia yang biasanya membangunkanku di pagi hari dengan ketukan di pintu kamarku dan segelas kopi racikannya. Kenangan lain yang selalu membuatku tersenyum, toko bibi hoa yang menjadi tempat hao dititipkan saat ibunya berjibaku di pabrik bersamaku. Pemilik toko itu adalah seorang wanita vietnam paruh baya yang menikah dengan penduduk pribumi. Toko itu menjadi tempat tujuan pertama kami sepulang kerja, untuk mengambil hao.

Meskipun akhirnya aku sangat membenci bibi hoa. Ia yang telah membuat hien pergi dari hidupku. Merampas selaksa kenangan yang seharusnya bisa mengisi hari-hariku di korea. Sore itu ia meminta hien menambah ongkos penitipan bayi mungilnya. Namun hien menolak dan memilih menitipkan hao ke seoarang halmonim yang tinggal tak jauh dari toko bibi hoa. Keputusan hien menciptakan kebencian di hati bibi hoa. Dengan raut wajah memerah, wanita berkacamata itu mengancam akan membuat hien pulang ke vietnam.

Dua hari berselang, ancaman bibi hoa sudah berubah wujud menjadi 2 sosok laki-laki dengan kartu pengenal kantor imigrasi. Kedua lelaki kekar itu memaksa hien menyudahi pekerjaannya siang itu. Wanita berkulit kuning berusia 27 tahun itu tak bisa memberontak saat kedua polisi imigrasi membelenggu tangan ringkihnya.

Angin musim gugur tahun kemarin menjatuhkan dedaunan maple, serupa kenangan-kenangan indahku bersama hien yang berguguran. Tak banyak kata yang terucap dari bibir merah tipisnya. Tetesan dari sudut matanya telah mewakili kesedihannya kala itu. Dalam dekapnya, hao menangis karena tidur siangnya yang tertunda. Hien berlari kecil mendekatiku, saat petugas imigrasi mengijinkannya untuk mengucapkan perpisahan dengan semua pekerja pabrik. Semua tangan kasar di pabrik sudah disalaminya. Aku menjadi manusia terakhir yang dipandangnya dengan linangan air mata dan masih tanpa kata-kata. Aku sempatkan tanganku meraih bayinya dari dekapan. Ku cium kening beraroma bedak bayi itu berkali-kali. Lalu, kecupan lembut dari bibir tipis hien mendarat tepat di pipi kiriku.

Dengan lirih ia berucap “ I love you kimchi, good bye !! “.

Aku terdiam mematung melepas kepergiaanya. I love you too hien, ucapku dalam hati sesaat wanita berambut lurus itu memasuki mobil fan yang akan membawanya ke tahanan imigrasi.

*kota tua sacheon ( korea kidul ) : 2011-09-28

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun