Mohon tunggu...
Andee Meridian
Andee Meridian Mohon Tunggu... -

the gembel mancanegara\r\n\r\npenggemar SBN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rinduku Untukmu Mak

9 November 2011   03:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:54 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini menjadi waktu subuh yang sangat menderita buatku. Puncak penderitaan dari 7 tahun penantianku. Wanita yang kupanggil emak telah pergi dan tak pernah lagi menemani waktu subuhku. Banyak kisah menyenangkan bersamanya dikala ufuk timur mengabarkan pagi.

Tujuh tahun silam, ia pergi usai menerima pinangan dari pria sumatera. Derai air mata dan belenggu tanganku di betisnya tak menggoyahkan tekadnya untuk hijrah dari kampung kelahirannya. Meski ia pergi dengan menyisakan janji akan kembali untukku. Bahkan ia tak datang saat aku butuh pelukan ketika ibu meninggal 2 tahun sesudah kepergiannya bersama suaminya.

Kepergiannya adalah duka bagiku dan ratusan jamur merang yang beraroma embun. Aku diajaknya mengais jamur-jamur di petak sawah selepas subuh. Spora-spora yang bernaung di tumpukan jerami itu dibuatnya mati lemas di dalam sebuah wajan. Bersama bumbu-bumbu ia jadikan jamur-jamur itu seporsi masakan lezat untuk sarapan pagiku.

Bersamanya aku lewatkan pagi saat terik hangat mentari menyerap embun. Membonceng sepeda jengkinya, mengantarkanku sampai ke halaman sekolah. Sesudahnya ia melanjutkan kayuhannya ke gedung para murid berseragam putih-abuabu tempatnya menimba ilmu. Siang harinya ia merubah kebiasaan tidur siangku menjadi petualangan. Bermain layang-layang, belajar berenang di sungai, hingga memancing udang. Bahkan aku tak peduli warna rambutku yang berubah merah dan beraroma matahari karenanya.

Ayah memilih pindah ke pekalongan sejak ibuku terserang stroke. Di sebuah kampung yang jauh dari hiruk pikuk, aku tinggal. Di kampung itu pula ayah membuka klinik dengan bayaran seikhlasnya, bahkan tak jarang sukarela. Tak ada tarif yang ia pasang seperti saat ia menjadi dokter di kota. Bagi ayah, sudah saatnya ia mengabdikan hidupnya untuk manusia. Karena pengabdian kepada uang hanya akan membuat manusia semakin lupa dengan tanah.

Emak nunik, seorang gadis bungsu dari sepasang suami istri yang menjadi tetanggaku. Berawal darikucingku yang terlindas motor, yang kemudian ditolong dan dirawat oleh emak nunik.Sejak saat itu aku menemukan kasih sayang yang lama tak kudapat dari ibuku. Kasih sayang ibu yang dilumpuhkan oleh stroke. Sejak saat itu dan hari-hari sebelum ia pergi, tak ada kemuraman di wajahku. Ia menjadi sesosok malaikat dalam hidupku. Dan ia memintaku memanggilnya emak.

Aku terus merasa sedang mengejar usiaku saat itu. Aku ingin waktu menyegerakanku menjadi pria dewasa agar aku bisa menantang pria sumtera yang akan dijodohkan dengannya. Namun semuanya sia-sia, semua itu hanyalah angan masa kecilku. Sebuah kemustahilan dari seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun yang sering disebut emak nunik tumbuh kecambah diantara kedua selangkangannya, dikala aku tak berbaju saat mandi di sungai.

Biarlah aku bawa semua kesakitan ini ke negri nan jauh di sana. Hari ini aku ingin pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Aku meminta kepada ayah untuk melnjutkan kuliahku di Korea.Pagi ini ayah akan mengantarku ke Jakarta dan malam harinya pesawat terbang akan membawaku meninggalkan jejak-jejak kenanganku bersama emak nunik.

“ Kamu masih mengingat nunik ? “. Bapak membangunkanku dari lamunan. Ia pergi menyusulku ke tanggul kali prigi tempatku mengucapkan perpisahan kepada kenangan.

“ Pergilah ke alamat ini ndee !! Ayah tunda keberangkatanmu ke korea “. Sambung ayah

“ Ini alamat siapa yah ? “.

“ Alamat wanita yang membuat hidupmu dikeroyok kesedihan selama bertahun-tahun“.

Melalui ayah, Tuhan memberikan kejutan maha dahysat hari ini. Seminggu yang lalu tanpa sengaja ia melihat foto mak nunik di halaman profil facebook milik temannya. Sang teman adalah dokter yang mempunyai apotek di kota lampung. Di sanalah emak nunik bekerja untuk menghidupi kedua putra-putrinya dan membantu suaminya.

Selembartiket pesawat Jakarta-Lampung diberikan ayah kepadaku. Aliran darahku mendadak mengalir deras seirama riak air sungai prigi. Aku akan ke lampung, menjumpai rinduku yang hampir saja aku kebumikan bersama embun yang diserap tanah.

*ilustrasi : Di sini

*Kota tua sacheon ( korea kidul ) : 2011-11-09

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun