Pagiku, pada sebuah perbincangan tentang padi Ibuku.
Padi yang merindukan datangnya hujan, menyirami tanah yang mulai retak,
dan menangisi hutan yang sudah gundul.
“Bagaimana dengan padi kita bu?” tanyaku
“Daunnya sudah menguning, karena hujan sudah tak pernah turun”
“Coba dialirkan dari sungai yang dekat sawah tuh” saranku
“Air sungai pun dangkal, karena sudah tak ada pepohonan disekitarnya” sahut ibu lirih.
Aku membayangkan wajah sendu ibu karena padi – padinya yang berangsur mati.
Hujan masihkah ada rindu untuk membelai daun- daunku?
Atau setetes embunmu mencumbui pagiku?
Lihatlah begitu hausnya kerongkongan tanah
Menantikan segarmu pada bibirnya yang mengering
Menyaksikan jerit pilu para petani
Mengharapkan aku memberinya bulir - bulir
Namun akar – akarku tak lagi sanggup bertahan
Pada tanah yang sudah membatu
Tangis bocah – bocah kecil yang lapar
Pada susu ibu yang telah mengering
Mengharap air tajin pun tak lagi ditemui
Pada siapa lagi kah aku harus bercerita
Karena Tuhanpun seakan enggan menjawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H