Dewasa ini acara makan bersama keluarga mungkin sudah sangat jarang dilakukan, khususnya bagi kita yang tinggal di perkotaan. Kegiatan makan bersama semakin sulit diterapkan karena waktu kita lebih banyak bergelut di pekerjaan, urusan bisnis, dan perjalanan yang melelahkan. Maka tak heran jika hubungan antara anggota keluarga semakin lama semakin dingin. Sejatinya, acara makan bersama bukan hanya sekedar untuk ngumpul dan membuat perut kenyang. Sebuah hubungan yang lebih hangat bisa berawal dari acara makan bersama . Lihat saja acara reuni, kopi darat, pertemuan – pertemuan umumnya diawali atau di akhiri dengan acara makan bersama. Tujuan dari kegiatan itu semata – semata untuk mengakrabkan antar sesama mereka. Sehingga tidak lagi kaku dan menembus sekat yang ada. Bahkan hubungan kerjasama dalam bisnis pun terkadang di awali dari acara makan.
Kesibukan hidup di kota besar memang sangat menyita waktu kita, berangkat pagi dikala kemungkinan besar anggota keluarga masih tertidur. Saat malam kembali kemungkinan dari mereka sudah harus bergelut dengan tugas tugas sekolah. Jika demikian halnya Sabtu dan Minggu atau hari libur kerja harus kita mamfaatkan untuk makan bersama dengan anggota keluarga. Saat tidak bekerja inilah saat yang tepat untuk membayar hari kebersamaan kita yang telah hilang. Semua ini tidak harus kita mulai dengan makanan yang mahal. Menurut saya sekedar mencicipi bubur ayam buatan istri di Sabtu pagi akan sangat mengasyikkan. Atau saat mengajak keluarga jalan pagi bersama, tidak ada salahnya nongkrongin I mas mas penjual keliling. Terlihat sepele namun kita akan semakin akrab apabila hal itu sering – sering dilakukan. Jika ada dana yang cukup ada baiknya juga mengajak anggota keluarga makan bersama di luar rumah. Semisal di gerai ayam goreng seperti KFC, di restoran atau di warung tenda langganan.
Tentang makan bersama, mengingatkan aku akan aturan yang dibuat oleh Bapak sewaktu masih kecil dan masih tinggal di kampung. Baginya makan bersama, khususnya malam hari sepulang dari ladang wajib dilakukan bersama – sama dengan semua anggota keluarga. Bapak akan sangat jengkel jika salah satu dari kami anak – anaknya menolak untuk makan bersama dengan berbagai alasan. Dengan beralaskan tikar kita duduk berkeliling membentuk lingkaran. Ikan asing goreng, sambal dan sayuran rebus menjadi menu andalan. Sebelum makan dimulai tak lupa berdoa, mengucap syukur karena masih bisa menikmati berkatNya. Selesai makan biasanya adalah kesempatan bagi Bapak untuk menanyai bagaimana keadaan kami di sekolah. Baik itu hal mengenai tugas rumah, kenakalan sebagai anak anak, di marah oleh guru, dll. Karena kita bersaudara berada di sekolah yang sama, maka kejadian apapun di sekolah akan terkabar sampai ke rumah. Terkadang hal itu membuat kita saling marahan, tapi sesudahnya Bapak akan menengahi. Sungguh sebuah kenangan yang manis, mengingat setelah bekerja di kota dan tinggal sendirian maka yang ada hanya makan – makan sendiri.
Walau demikian, karena di lingkungan saya bekerja dan tinggal sangat akrab. Ada kalanya saat ada waktu libur dari pekerjaan kami melakukan kegiatan ngumpul, masak dan makan bersama. Dengan modal patungan, kita belanja bahan – bahan, memasaknya dan di akhiri dengan makan. Kegiatan seperti ini kelihatannya sih cuma sekedar ngumpul dan ngalor ngidul. Akan tetapi kita perlu sadari bahwa kegiatan seperti ini mampu menembus sekat yang ada. Bagaimana tidak, karena kami datang dari berbagai suku, dan daerah yang berbeda. Dimana sudah pasti selera kita akan makanan juga berbeda. Yang dari Sumatera mungkin lebih cenderung suka yang pedas dan asin, yang dari Jawa lebih cenderung manis. Bertolak belakang bukan? Tapi entah mengapa hal ini bisa teratasi saat kita ngumpul, masak dan makan bersama. Manis, Pedas, Asin berpadu menjadi enak.
https://www.facebook.com/Ida.Ang.Ge
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H