Mohon tunggu...
AL Widyawan
AL Widyawan Mohon Tunggu... Administrasi - Praktisi HRD, konsultan dan trainer

Penyuka internet, membaca (filsafat, teologi, manajemen, fiksi), menulis, jalan-jalan, nongkrong makan, musik, sesekali berenang ala skin diving, belakangan mencoba light off road. Dan terakhir praktisi HRD, konsultan dan trainer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sulitnya Komunikasi Bencana Rokatenda

11 Agustus 2013   00:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:27 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_314788" align="aligncenter" width="300" caption="Penggunaan handy talkie (HT) sangat membantu komunikasi dalam bencana"][/caption]

Gunung Api Rokatenda di Nusa Tenggara Timur kembali meletus sekitar pukul 04.10 WITA. Media Center pada sekitar pukul 15.00 WIB melalui @infobencana, me-retweeted informasi letusan yang diinformasikan Kompas.com. Selanjutnya pada pukul 17.00 WIB Media Center me-retweeted informasi lain dari Jakarta Globe


Gunung Api Rokatenda berada di Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Gunung tersebut berada di sebuah pulau gunung api setinggi 875 meter di atas permukaan laut atau 3.000 meter di atas dasar laut. Gunung itu mengalami peningkatan aktivitas sejak Oktober 2012, dengan sedikitnya meletus sebanyak lima kali.


Sore ini sekitar pukul 16.51, seorang kawan dari Maumere, Flores Timur, mengirimkan kabar yang didapat dari seorang di Ladapase. Para relawan dan staf BPBD Sikka sudah tiba di Pulau Palue. Kawan tersebut melaporkan ada 5 orang meninggal dan 3 rumah terbakar di Kampung Koa, Desa Rokirole.


Ketika terjadi letusan sebelumnya, warga sebenarnya sudah mendapat tawaran relokasi, baik oleh organisasi atau pemerintah daerah setempat. Namun tawaran ini belum diterima warga. Pada pukul 19.00 WIB, kawan tersebut mengabarkan letusan pagi ini lebih besar dari letusan beberapa bulan lalu. Dampaknya, sudah ada 6 orang meninggal. Mereka adalah Aloysius Roga (70 th), Maria Wea (68 th), Joseph Alfrandy Tala (5 th), Joseph Adriana Lengga (10 th), Ware (70 th) dan Joseph Mboi (12 th).


Pemerintah daerah Maumere telah menyiapkan Posko penampungan warga korban letusan di halaman kantor BPBD. Mereka akan dievakuasi dari Pulau Palue. Seorang kawan yang tinggal dan bekerja di Pulau Palue sempat mengirimkan kabar pada pagi hari. Akan tetapi tidak ada kabar selanjutnya pada siang hari.


Memang, komunikasi dari Maumere dengan kontak person di pulau itu sulit dan putus sama sekali. Para relawan yang pagi tadi diutus pergi dari Maumere ke Pulau Palue juga sulit dihubungi dan sampai sore hari ini, belum mengirimkan kabar. Di Pulau tersebut hanya ada beberapa titik sinyal telekomunikasi. Meskipun demkian, kawan di Maumere tadi tetap menjalin koordinasi dengan pihak Pemerintah daerah Maumere. Ia akan meneruskan informasi yang didapat dari Pulau Palue, jika mendapat kabar dari relawan yang turun ke sana.


Sementara itu, Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB mengabarkan bahwa Gunung Api Rokatenda meletus sejak pukul 04.27 WITA. Tinggi material letusan mencapai hingga sekitar 2.000 meter dari puncak gunung. Material yang terlontar mengarah ke arah Barat dan Tenggara. Sementara guguran awan panas mengarah ke arah Barat Laut. Awan panas telah melanda 5 korban yang berada di pesissir Barat Daya Pantai Punge, di Desa Rukirole. Mereka saat itu sedang tidur di pesisir Teluk Punge.


BNPB di Jakarta yang memantau situasi telah memberikan peringatan bahwa Pulau Palue memiliki jari-jari sekitar 4 km. Rekomendasi yang diberikan, supaya tidak ada aktivitas masyarakat dalam radius 3 km dari puncak Rokatenda dan tidak ada aktivitas di seluruh alur lembah yang berhulu di puncak Gunung Rokatenda. Untuk sementara, lokasi aman untuk aktivitas warga hanya ada di bagian Utara Pulau Palue.


Informasi dari BNPB atau BPBD setempat semoga dapat sampai kepada warga. Sambil berharap di lokasi rawan bencana, apalagi di lokasi tersebut dihuni oleh penduduk, perlu dibangun sarana komunikasi sebagai bentuk pengurangan resiko bencana (mitigasi). Media komunikasi itu dapat berupa pesawat radio panggil, seperti rig dan handy talky (HT). Karena, informasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kesiapsiagaan bencana. Tanpa adanya informasi, maka sulit untuk melakukan mitigasi atau tanggap darurat jika terjadi bencana.


Pada saat bencana, seringkali jaringan komunikasi mengalami kerusakan atau gangguan. Namun radio panggil model very high frequency (VHF) menjadi media komunikasi alternatif paling efektif untuk melakukan koordinasi. Tentu penyediaan media komunikasi perlu disertai dengan penyiapan warga siaga bencana, sehingga warga dapat menggunakan alat yang ada untuk mengirim atau menerima kabar tentang situasi darurat. Semoga kita yang mendapat informasi ini mau meneruskan kabar dan gagasan itu, dengan harapan agar warga di Pulau Palue terhindar dari bencana yang lebih buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun