Mohon tunggu...
Luluk Uliyah
Luluk Uliyah Mohon Tunggu... -

Ini hanyalah catatan tentang apa yang dilakukan sehari-hari, tentang bumi yang semakin merana, dikeruk tiada habisnya, tanpa pernah berfikir bagaimana bisa kembali seperti sedia kala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tiwul, Nasibmu Kini

16 Maret 2012   11:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:58 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih ingatkah kamu dengan makanan tiwul? Anak-anak muda jaman sekarang mungkin banyak yang asing dengan makanan ini. Atau mereka malah tak pernah mendengarnya. Tiwul dibuat dari gaplek atau singkong yang dikeringkan. Kemudian digiling atau ditumbuk menjadi tepung. Tepung ini kemudian dikukus hingga matang menjadi tiwul.

Sewaktu saya masih kecil, tiwul menjadi menu jajanan sehari-hari. Tak cuma tiwul, ada juga gatot, gethuk, dan makanan lain yang diolah dari umbi-umbian. Bahkan di beberapa daerah, tiwul menjadi santapan utama.

Namun nasib tiwul sekarang terpinggirkan. Seiring dengan anggapan bahwa mengkonsumsi tiwul berarti dijerat kemiskinan. Makan tiwul berarti tak sejahtera. Anggapan ini muncul seiring dengan upaya pemerintah yang menyeragamkan makanan pokok masyarakt menjadi beras. Bahkan di Sekolah-sekolah diajarkan, lewat ”4 Sehat 5 Sempurna” bahwa makanan pokok adalah nasi. Lambat laut tiwul dan yang lain tergeser hanya jadi makanan penyanding, yang kemudian juga makin terpinggirkan.

Kebijakan pemerintah yang mengedepankan beras menjadi satu-satunya makanan pokok dan meminggirkan sumber pangan lokal yang lain, juga turut menghilangkan sumber-sumber pangan lokal. Belum lagi guyuran makanan berbahan berbahan dasar gandum yang masuk hingga ke desa-desa, makin meminggirkan kedigdayaan pangan lokal.

Perlu upaya yang cukup keras untuk kembali memperkenalkan pangan lokal kita yang beranekaragam, sehingga tak melulu bergantung pada beras dan gandum.

Mari kita kenalkan pangan lokal kepada orang-orang di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun