Siapa yang tidak kenal dengan Aisyah? Nama yang tidak asing lagi di tanah air. Sejak penayangan kiprahnya sebagai perawat ayahnya ditayangkan di media televisi.
Dialah Siti Aisyah binti M. Nawawi Pulungan, warga Medan. Usia delapan tahun, hidup dalam kemiskinan. Apalagi tanpa kasih sayang ibu. Dia harus menghidupi serta merawat ayahnya yang terserang TBC. Berbekal becak yang harus dibayar dengan cara mengangsur, Aisyah harus membawa ayahnya ke sana kemari untuk mencari sesuap nasi. Bila waktunya mandi, Aisyah harus membawa ayahnya ke halaman masjid ataupun rumah warga. Di situlah dia membersihkan badan sendiri maupun menyeka ayahnya. Tanpa tekanan, Aisyah tetap ceria dalam menjalani beratnya hidup.
Dengan ketulusan hatinya untuk merawat orang tuanya, Aisyah bisa dianggap sebagai PAHLAWAN ANAK. Begitulah kata kak Seto sang Pemerhati Anak, saat wawancara di sebuah stasiun TV. Karena tanpa paksaan, Aisyah rela berkorban untuk ayahnya. Dia mengorbankan sekolahnya karena bertanggungjawab terhadap kehidupan ayahnya. Kasih sayang yang tulus mengalir tanpa paksaan. Praktik kasih sayang maupun jiwa peduli terhadap orang tua begitu besar. Tanpa pamrih.
Siang-malam, di atas becak itulah mereka berdua hidup. Becak yang dianggap sebagai tempat berlindung harus dikayuhnya berpindah-pindah hanya demi melindungi ayahnya dari serangan panas maupun hujan.
Bersyukurlah, kini Aisyah kembali bersekolah. Pemerintah setempat baru mengetahui warganya yang dalam keadaan papa. Menyadari hal demikian pemerintah daerah menanggung pengobatan ayah Aisyah. Sedangkan Aisyah mendapatkan sekolah dekat rumah sakit. Dengan tujuan, Aisyah tidak terlalu jauh bila kembali merawat ayahnya.
Ibu yang telah terpisah sekitar tujuh tahun pun muncul untuk menjenguk. Tak hanya ibu kandungnya, kini dia mempunyai ibu angkat yang siap menyekolahkannya hingga perguruan tinggi. Banyak dermawan yang mulai mengulurkan tangan. Aisyah kian ceria. Ayahnya kian membaik. Semoga ke depannya Aisyah mendapatkan kebahagiaan. Bersama ayahnya.
Siti Aisyah, teladan bagi anak-anak yang lain. Yang lebih beruntung dari pada dia. Dialah sosok yang bisa dijadikan cermin kehidupan. Terutama bagaimana sikap kasih sayang yang tulus diberikan kepada orang tuanya. Apalagi di saat orang tua dalam keadaan tak bisa apa-apa.
Kediri, 25 maret 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H