Mikroplastik telah menjadi ancaman serius bagi sektor pertanian, tetapi masih banyak masyarakat yang mengabaikannya karena kurangnya pengetahuan dan ketidakjelasan bentuknya. Partikel kecil ini sangat berbahaya jika tertelan oleh manusia. Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik bisa berasal dari berbagai praktik, seperti penggunaan mulsa plastik, irigasi dengan air terkontaminasi, dan metode pertanian konvensional yang mengandalkan bahan kimia. Bahkan, pupuk kompos dari limbah perkotaan dapat mengandung mikroplastik, meskipun tampak organik. Keberadaan mikroplastik tidak hanya mengurangi kesuburan tanah, tetapi juga menurunkan kualitas produk pertanian yang dapat berpotensi mengancam keamanan dan ketahanan pangan. Produk yang ditanam di lingkungan tercemar dapat berisiko terpapar mikroplastik, yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan.
Dalam sebuah diskusi bersama Bapak Abdul Aziz Adam Maulida, pemilik CV. RAJ Organik di Malang, beliau berbagi pengalaman mengenai isu mikroplastik. Ia mengungkapkan bahwa seorang pemilik pabrik minyak goreng terkenal mengeluhkan meningkatnya kandungan mikroplastik dalam kelapa sawit mereka. Masalah ini diduga disebabkan oleh pencemaran lingkungan di sekitar perkebunan sawit dan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan. Hal ini menyebabkan mikroplastik terakumulasi di dalam tanah dan tanaman, kemudian masuk ke dalam buah kelapa sawit.
Mikroplastik dalam makanan bisa sangat berbahaya bagi kesehatan kita, yaitu dapat meningkatkan risiko kanker, penyakit jantung, dan masalah perkembangan janin pada ibu hamil. Sebuah penelitian dari University of Hull, Inggris, menemukan bahwa semakin banyak mikroplastik yang kita konsumsi, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan sel, yang bisa menyebabkan peradangan dan reaksi alergi. Jadi, penting bagi kita untuk lebih memperhatikan sumber makanan, tidak hanya dari segi nilai gizi, tetapi juga dari kebersihan dan keamanannya.
Beberapa pendekatan dapat dipilih untuk mengatasi pencemaran plastik dan mikroplastik di lingkungan. Salah satunya adalah menerapkan pertanian organik yang berkelanjutan. Selain itu, teknik bioremediasi yang menggunakan fitoremediasi dan mikroorganisme untuk mengurai mikroplastik, juga efektif. Serta penggunaan wadah sekali pakai dari bahan mudah didaur ulang, seperti paper bag, gelas kertas, dan mangkuk dari pelepah daun palem, juga bisa menjadi solusi. Berbeda dengan plastik yang memerlukan waktu lebih dari 100 tahun untuk terurai, bahan alternatif ini hanya memerlukan waktu selama 2-5 bulan. Peneliti dari China, Li dan kelima temannya menunjukkan bahwa limbah pulp (bubur kertas) memiliki rasio C/N yang ideal untuk memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah.
Mengatasi masalah mikroplastik dalam produk pertanian memerlukan kolaborasi antara masyarakat, petani, dan pemerintah. Sayangnya, banyak orang belum memahami dampak konsumsi makanan terkontaminasi mikroplastik, meskipun penelitian telah menunjukkan bahayanya. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah konkret, termasuk memberikan pelatihan tentang praktik pertanian berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya menguntungkan semua pihak, tetapi juga berkontribusi pada perlindungan lingkungan. Mari bersama-sama menciptakan pertanian yang lebih bersih dan berkelanjutan untuk generasi sekarang dan mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H