Mohon tunggu...
Lulu Damayanti
Lulu Damayanti Mohon Tunggu... Administrasi - a life learner

Treat others as the way you wanna be treated.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Studi Kasus Etnis Rohingya

1 Maret 2018   18:27 Diperbarui: 1 Maret 2018   18:34 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1948, seluruh umat manusia mendeklarasikan keserasian pendapat mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Hak yang dimiliki setiap insan di bumi yang berisikan kesetaraan hak tanpa memandang perbedaan ras, budaya, bangsa, ataupun agama. Setiap manusia memiliki hak dasar yang sama. Ini adalah sebuah kesepakatan seluruh umat manusia demi tercapainya dunia yang lebih manusiawi, humanis, dan egaliter dengan cara menghormati hak universal tiap manusia tanpa membedakan. Pada tahun 1993, negara-negara ASEAN membuat Komunike Bersama (Joint Communiqu) yang mengumpulkan pandangan kolekktif negara-negara ASEAN mengenaai HAM dan merupakan perjanjian internasional untuk menghormati dan melaksanakan HAM sesuai dengan yang tercantum dalam Deklarasi Wina pada tahun 1993.

Penegakan HAM di ASEAN menjadi semakin jelas dengan adanya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang berlaku sejak 15 Desember 2008 dan terbentuknya ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) pada tanggal 23 Oktober 2009 yang digunakan untuk memajukan dan melindungi HAM di kawasan Asia Tenggara. Namun, AICHR lebih berfokus pada fungsi promosi bukan pada perlindungan. 

Salah satu bukti ketidakefektifan AICHR dapat kita lihat dari kasus etnis Rohingya di Myanmar yang telah melanggar perjanjian internasional yaitu perjanjian yang tertera berdasarkan kesepakatan bersama dalam ASEAN Charter. Salah satu pelenggaran HAM di Myanmar adalah junta militer yang menerapkan aturan ketat terhadap perkembangan agama selain Budha yang merupakan agama mayoritas di Myanmar. Pembunuhan dan tidak diakuinya etnis Rohingya oleh Myanmar adalah beberapa contoh terbatasnya kebebasan rakyat Myanmar.

Dalam hal ini, bantuan kemanusiaan sangatlah dibutuhkan untuk etnis Rohingya di Myanmar. Hal ini dapat dilakukan oleh negara-negara sahabat yang dipercaya oleh Myanmar dapat membantu menyelesaikan masalaH negaranya. Salah satunya adalah Indonesia yang telah memiliki rekam jejak yang baik untuk menyelesaikan permasalahan disana.

Etnis Rohingya adalah etnis yang berasal dari Bangladesh yang telah lama mendiami negara bagian Rakhine, Myanmar sejak abad ke-7 Masehi. Meskipun telah bertahun-tahun mendiami negara bagian Rakhine, Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena Myanmar menganggap mereka adalah etnis Bengali, hal ini tercantum dalam Pasal 3 Burma Citizenship Law 1982 bagian B. Hal ini membuat etnis Rohingya tidak mendapatakan perlindungan nasional. Berbagai penindasan terhadap etnis dengan agama mayoritas islam ini mendorong mereka untuk mencari perlindungan dengan meninggalkan Myanmar. Lebih dari 18000 warga Rohingya lari dari kejaran tentara menuju Bangladesh. Mereka mencari perlindungan terhadap aksi kekesrasan militer Myanmar. Warga Rohingya yang mayoritas muslim setidaknya satu dasawarsa terakhir menjadi korban kekerasan di negara bagian Rakhine. 

Warga Rohingya mendapat perlakuan diskriminatif karena dianggap menjadi saingan dan ancaman bagi warga Burma. Ketegangan antar etnis makin meruncing setelah Myanmar yang seharusnya melakukan rekonsiliasi justru mendukung salah satu pihak. Hal ini menunjukan pelanggaran perjanjian internasional mengenai penegakan HAM. Etnis Rohingya kehilangan hak kewarganegaraan mereka yang berakibat pada pembatasan hak-hak yang lain seperti, hak pendidikan, hak kesehatan, dsb. Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah karena Myanmar menganut asas Iius Sanguinis (Pasal 5 Burma Citizenship Law 1982) yang menentukan kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah atau keturunan. Sedangkan Bangladesh menganut asas Ius Soli (Pasal 2 Bangladesh Citizenship Act No. II of 1951) yang berarti berpedoman pada daerah. Oleh karena itu, campur tangan internasional dibutuhkan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan

Hal ini membuat dunia membuka mata mengulurkan tangan untuk berpartisipasi menyelesaikan permasalahan ini. Namun, tidak semua bantuan diterima oleh Myanmar. Indonesia adalah salah satu negara yang dapat menaklukan hati Myanmar karena beberapa hal. Pertama adalah dari sejarah, Myanmar memang memiliki hubungan yang baik dengan Indonesia. Myanmar selalu mendukung Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Kedua, rekam jejak yang berhasil dilakukan Indonesia dalam berpartisipasi dalam hubungan internasional seperti terlibat dalam 26 kali misi perdamaian PBB melalui pengiriman pasukan garuda, terlibat dalam mendorong penyelesaian damai konflik palestina-Israel, Indoneisa sebagai mediator dalam konflik pemerintah Filipina dan kelompok pemberontak Moro, memfasilitasi dan mediasi penyelesain konflik Kamboja-Vietnam. Ketiga, Myanmar yakin Indonesia tidak memiliki kepentingan agenda politik tertentu kecuali untuk kemanusiaan. Indonesia telah dianggap menjadi "saudara tua" bagi Myanmar yang akhirnya memberikan kepercayaan Myanmar untuk menerima bantuan dari Indonesia. Hal ini adalah bukti bahwa Indonesia telah menjalankan salah satu tujuan dari hubungan internasional yaitu untuk menciptakan perdamaian dunia.

Indonesia mengusulkan formula 4+1+Implementasi keterbukaan. Empat formula untuk jangka pendek yang merupakan prioritas dan satu solusi tambahan untuk jangka panjang guna mengembalikan kewarganegaraan. Pertama, Mengembalikan stabilitas keamanan. Kedua, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan. Ketiga, Perlindungan kepada semua orang di negara bagian Rakhhine tanpa memandang suku dan agama. Keempat, pentingnya segera dibuka akses untuk bantuna kemanusiaan. Kelima, menerapkan rekomendasi dari laporan komisi penasihat untuk Rakhine yang dipimpin Kofi Anna. Indonesia telah melakukan diplomasi untuk meredam konflik militer. Indonesia juga fokus terhadap bidang edukasi, kesehatan, ekonomi dan kebutuhan dasar (Kemenlu RI dan 11 LSM). Rincian bantuan kemanusiaan Indonesia untuk etnis-etnis di Rakhine state:

1. 2012

  • Lembaga PKPU, Dompet Dhuafa, & Rumah Zakat (Rp. 1 miliar);
  • Tim kesehatan, pangan, sanitasi dan pendidikan;
  • Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT);
  • Pendidikan, hunian, pangan, layanan kesehatan.

2. 2005

  • Hunian dan dana untuk pengungsi Rohingya di Indonesia;
  • 10 kontainer bantuan logistik dan medis.

3. 2017

  • Pembangunan 6 sekolah di negara bagian Rakhine;
  • USD 2 Juta bantuan program dan fisik untuk 2 tahun kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun