Mohon tunggu...
Lulu  Aulya
Lulu Aulya Mohon Tunggu... Ahli Gizi - KELAS 12 MIPA 5

NEVER GIVE UP!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Film "Class of Lies"

5 Maret 2021   20:03 Diperbarui: 5 Maret 2021   20:12 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam film tersebut, Ki Moo-Hyeok adalah seorang pengacara yang selalu berhasil memenangkan di persidangan apapun caranya. Dia hanya peduli tentang kemenangan dan uang. Jadi, dia tidak peduli tentang kebenaran fakta yang sebenarnya. Sampai akhirnya dia diberi kasus oleh atasannya, terkait pembunuhan seorang siswi di suatu sekolah elit.

Sejak menangani kasus itu, kariernya berantakan (salah satu alasannya karena dijebak oleh atasannya). Untuk memperbaiki reputasinya, dia masuk ke sekolah tersebut sebagai guru sementara. Dia berusaha mengungkap kasus pembunuhan siswi tersebut. Namun, banyak hal tak terduga yang justru muncul di permukaan. Rahasia di sekolah tersebut satu persatu mulai terbongkar. Dan akhirnya, ia berhasil memecah kasus tersebut yang membuat reputasinya kembali dengan kepribadian yang lebih baik.

Ada beberapa hal yang membuat saya begitu tertarik dengan film ini, yaitu alur cerita yang menarik dan tidak membosankan. Setiap episodenya pasti saja dibuat penasaran dengan sub masalah yang yang menegangkan. Berasal dari satu masalah pembunuhan, tapi akhirnya bisa merembet ke mana-mana yaitu hubungan orang tua-anak, bullying, kasus suap, prostitusi, sampai jual beli nilai mata pelajaran di sekolah.

Selain itu plot twist yang diatur dengan baik beberapa karakter siswanya dibuat abu-abu. Awalnya penonton digiring untuk mencurigai sekelompok orang. Namun, kebenarannya begitu tak terduga. Banyak juga pesan moral yang bisa kita ambil dari film ini. Tentang bagaimana semestinya hubungan orang tua dan anak, tentang kejujuran, komunikasi orang tua dan anak, dan etika berteman. Ditambah lagi akting para pemain yang totalitas sehingga mampu membawakan karakter mereka dengan baik.

Dibalik hal yang menarik tersebut, setelah saya tonton film tersebut hingga akhir. Ada beberapa hal yang menurut saya kurang membuat film itu semakin gereget yaitu kurangnya bumbu percintaan dan persahabatan yang tidak menonjol. Menjadi hambar saja menurut saya. Mungkin penulisnya hanya ingin menyoroti kenakalan remajanya saja.

Selain itu, kurang menguak sisi lain karakter utama. Jadi, film tersebut hanya terfokus mengurus kasus gitu aja. Full di tempat kerja aja gitu rasanya. Tidak menguak sisi-sisi kehidupan yang lainnya. Serta ending yang menggantung tidak dijelaskan siapa saja yang dihukum. Ada beberapa karakter yang tiba-tiba tidak diceritakan lagi dan hilang begitu saja.

Sebenarnya memang ada ending yang sengaja dibuat menggantung. Orang-orang nyebutnya Cliffhanger Ending. Jadi, penonton dipersilakan untuk menentukan atau menafsirkan sendiri bagaimana endingnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun