Mohon tunggu...
Lulu  Aulya
Lulu Aulya Mohon Tunggu... Ahli Gizi - KELAS 12 MIPA 5

NEVER GIVE UP!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Nasib Pendidikan Saat Pandemi?

1 Maret 2021   06:48 Diperbarui: 1 Maret 2021   06:55 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus yang mulai mewabah pada 31 Desember 2019 di kota Wuhan ini, kini menyebar hampir keseluruh dunia dengan sangat cepat, sehingga WHO tanggal 11 Maret 2020 menetapkan wabah ini sebagai pandemi global. Salah satu upaya pemerintah untuk memutus rantai penularan Covid-19 adalah dengan mengeluarkan kebijakan dengan meliburkan seluruh aktivitas pendidikan.

UNESCO menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 mengancam 577.305.660 pelajar dari pendidikan prasekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287 pelajar dari pendidikan tinggi di seluruh dunia. Hal tersebut membuat pemerintah dan lembaga terkait menghadirkan alternatif program pendidikan bagi pesertadidik dengan belajar mengajar jarak jauh atau belajar online atau belajar dari rumah dengan dampingan orang tua. 

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbang dan Perbukuan) Totok suprayitno menyampaikan orang tua memiliki peran yang cukup sentral dalam pelaksanaan belajar dari rumah. Hampir 90 persen orang tua mendampingi anaknya belajar dari rumah di semua jenjang pendidikan.

Untuk mengetahui efektivitas program ini, dalam rentang waktu 13 sampai dengan 22 Mei 2020, Kemendikbud melakukan survei secara dalam jaringan (daring) dengan responden 38.109 siswa dan 46.547 orang tua pada seluruh jenjang pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia.

Penerapan kebijakan belajar daring ini nampaknya mengalami kendala. Peserta didik dari keluarga yang tidak memiliki akses internet atau bahkan tidak memiliki handphone akan ketinggalan pembelajaran baik dari materi maupun tugas yang disampaikan. Menyikapi persoalan tersebut, pihak sekolah biasanya akan memberikan kebijaksanaan, misalnya dengan memberikan akses internet kepada siswa atau memberikan tugas dalam bentuk kertas kerja. Bahkan, jika daerah sekitar sudah mulai membaik beberapa siswa diperbolehkan untuk mengikuti pembelajaran di sekolah langsung dengan mengikuti protokol kesehatan.

Selain itu, dampak lain yang dirasakan peserta didik dari belajar daring adalah beban pelajaran yang terlalu berat. Biasanya kertas kerja dari semua mata pelajarang yang diberikan tidak dipertimbangkan dahulu dari pihak sekolah. 

Serta tak jarang ditemukan orang tua memberikan pendampingan belajar dengan cara keras, mengancam, memaksa, atau bahkan hingga memukul jika anak tidak menurut. Jika hal ini terus terjadi ini akan menjadi momok bagi anak dalam belajar, meskipun tujuan orang tua baik supaya anak disiplin dan pandai. Pola asuh yang demikian akan membentuk anak menjadi penakut, pemalu, pendiam, gemar melanggar aturan, pendendam dan kurang inisiatif.

Oleh sebab itu, orang tua harus berhati-hati dalam melakukan pendekatan selama mendampingi anak belajar di rumah. Orang tua dapat memperlakukan anak dengan kasih sayang, sabar, menerima anak apa adanya, tidak menghakimi, tidak memaksakan kehendak, memberikan kebebasan dan menghargai, serta toleransi pada putra-putrinya. Dengan demikian tidak akan ditemui lagi momok pendidikan yang menakutkan dan akan menjamin nasib pembelajaran anak saat pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun