Mohon tunggu...
Lulu Aulia
Lulu Aulia Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Bandung 2011

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Konversi

31 Desember 2013   08:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:19 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

1.Gambaran klinis gangguan

Dalam gangguan conversi ini dulu disebut Histeria, ditandai adanya pola neurotik dengan malfungsi fisik atau hilangnya kendali tanpa adanya kerusakan organis. Simptom-simptom sensori atau motorik, seperti kehilangan penglihatan mendadak atau kelumpuhan, mengindikasikan suatu penyakit yang terkait dengan kerusakan neurologis atau sejenisnya, walaupun organ-organ tubuh dan sistem saraf dalam kondisi baik. Individu dapat mengalami kelumpuhan separuh atau seluruhnya pada lengan atau kaki; kejang dan gangguan koordinasi; kulit serasa tertusuk, perih, atau menggeletar; insensitivitas terhadap rasa sakit; hilang atau lemahnya pengindraan, yang disebut anesthesia, walaupun secara fisiologis mereka normal. Penglihatan dapat mengalami kerusakan parah; orang yang bersangkutan dapat separuh atau seluruhnya buta (tunnel vision), dimana bidang penglihatan menjadi terbatas seperti bila seseorang melalui lobang pipa. Aphonia, hilangnya suara dan hanya bisa berbicara dengan berbisik, dan anosmia, hilang atau melemahnya indera penciuma, atau simtom-simtom konversi lain.
Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Konversi

·Psikologikal faktor menilai yang berhubungan dengan simtom karena berasal dari konflik atau stresor yang lainnya

·Simtom tidak dapat dijelaskan secara medis

·Simtom tidak terjadi dengan disengaja

·Satu simtom atau lebih yang mempengaruhi fungsi motorik dan sensori serta mengindikasikan kondisi neurologis atau medis

2.Faktor-faktor penyebab

1)Faktor sosial dan budaya

Gangguan konversi lebih umum terjadi pada masyarakat pedesaan dan masyarakat dengan status ekonomi rendah (Binezr dkk., 1996; Folks, Ford, & Regan, 1984); orang-orang dalam masyarakat tersebut mungkin memiliki pengetahuan kurang tentang konsep medis dan psikologis.

2)Faktor biologis

Meskipun faktor genetic diperkirakan menjadi faktor penting dalam perkembangan conversion disorder, penelitian tidak mendukung hal ini. Sementara itu, dalam beberapa penelitian, gejala conversion lebih sering muncul pada bagian kiri tubuh dibandingkan dengan bagian kanan (Binzer et al.,dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Hal ini merupakan penemuan menarik karena fungsi bagian kiri tubuh dikontrol oleh hemisfer kanan otak. Hemisfer kanan otak juga diperkirakan lebih berperan dibandingkan hemisfer kiri berkaitan dengan emosi negatif. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang lebih besar diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang dapat diobservasi dari frekuensi gejala pada bagian kanan versus bagian kiri otak (Roelofs et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Dala, penelitian Slater (1961) meneliti 12 pasang anak kembar identik dan 12 pasang anak kembar fraternal. Pada salah seorang dari setiap pasang anak kembar tersebut didiagnosis menderita gangguan konversi, namun tidak seorang pun dari saudara kembarnya pada kedua kelompok sama seperti saudara kembarnya. Jadi, tidak ada faktor biologis yang mendasari conversion disorder

3.Pandangan teori-teori psikologi terhadap gangguan

1)Teori psikoanalisa

Simptom muncul akibat faktor stress pada suatu hal. Perspektif psikologis ini dilihat dari dua teori, yakni teori psikoanalisa dan teori behavioral.
Freud mengemukakan bahwa terdapat empat proses dasar dalam pembentukan gangguankonveksi:
a. Individu mengalami peristiwa traumatik, hal ini oleh Freud dianggap awal munculnya beberapa konflik yang tidak diterima dan disadari.
b. Konflik dan kecemasan yang dihasilkan tidak dapat diterima oleh ego, terjadi proses represi (membuat hal ini tidak disadari).
c. Kecemasan semakin meningkat dan mengancam untuk muncul ke kesadaran, sehingga orang tersebut dengan cara tertentu “mengkonversikannya” ke dalam simtom fisik. Hal ini mengurangi tekanan bahwa ia harus mengatasi langsung konfliknya disebut primary gain (peristiwa yang dianggap memberi imbalan primer dan mempertahankan simptom konversi).
d. Individu memperoleh perhatian dan simpati yang besar dari orang-orang di sekitarnya dan mungkin juga dapat melarikan diri atau menghindar dari tugas atau situasi tertentu terdapat pula secondary gain.

Menurut teori Psikodinamika, simtom histerikal memiliki fungsi yaitu memberikan orang tersebut keuntungan primer dan sekunder, yaitu :

Primer : penghindaran dari konflik electra yang tidak terselesaikan dan dari implus-implus id yang sebelumnya ditekan.

Sekunder : penguatan dari simtom-simtom tersebut; simtom-simtom itu dapat membuat pasien menghindar atau lari dari situasi kehidupan saat ini yang tidak menyenangkan atau mendapatkan perhatian dari orang lain

2)Teori behavioral

Pandangan behavioral yang dikemukakan Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), menyebutkan bahwa gangguan konversi mirip dengan malingering, dimana individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pandangan mereka, individu dengan conversion disorder berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.



4.Tindakan prevensi yang harus dilakukan

Prevensi yang digunakan untuk penderita conversion disorder adalah prevensi sekunder, yang diambil dari berbagai perspektif:

·Pendekatan behavioral untuk menangani gangguan konversi dan somtoform lainnya menekankan pada menghilangkan sumber dari reinforcementsekunder (keuntungan sekunder) yang dapat dihubungkan dalam keluhan-keluhan fisik. Terapis behavioral dapat bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Dalam terapi behavioral, intervensi yang dapat diberikan adalah dengan metode systematic desensitization dan vivo exposure therapy.

·Teknik kognitif-behavioral paling sering pemaparan terhadap pencegahan respon dan restrukturisasi kognitif. Secara sengaja memunculkan kerusakan yang dipersepsikan di depan umum, dan bukan menutupinya melalui penggunaan rias wajah dan pakaian. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas. Dalam hal ini, CBT (Cognitive Behavior Therapy) dapat digunakan.

·Teknik Psikoanalisa:

a.Teknik hipnosis (pernah diterapkan oleh dr. Joseph Breuer)

b.Teknik asosiasi bebas (dikembangkan oleh Sigmund Freud)

·Farmakoterapi. Meskipun tidak ada unsur biologisnya, penggunaan antidepresan, terutamafluoxetine(Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform dapat digunakan.

5.Contoh kasus

Anna O. adalah nama samaran untuk Bertha Pappenheim, seorang pasien yahudi yang menjadi subyek penelitian Sigmund Freud bersama Josef Breuer selama 2 tahun lamanya, antara tahun 1880-1882. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Anna O mengalami conversion disorder, sebuah gangguan psikis yang terkonversi menjadi wujud penyakit fisik, dengan simptom utama epilepsi dan kelumpuhan parsial pada salah satu lengannya. Anna O dibawa ke Breur dan Freud setelah dokter anatomi gagal mendiagnosa penyakit Anna, lantaran secara jasmaniah Anna memang tidak memiliki gangguan biologis apapun. Selama 2 tahun lamanya Freud dan Breuer melakukan penelitian kejiwaan dan mencoba untuk ’masuk’ kedalam fikiran Anna melalui metode apa yang saat itu mereka sebut dengan istilah ‘the talking cure’ (cikal bakal psikoanalisis). Semua proses tesebut direkam ke dalam sebuah catatan yang kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul ’Studies on Hysteria’.
Anna adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kakaknya bernama Henriette (meninggal umur 18tahun) dan Flora (meninggal umur 2tahun), adiknya bernama Wilheilm. Sepeninggalan kakak2nya, Anna menjadi sangat2 dekat dengan ayahnya hingga akhirnya beberapa tahun kemudian ayahnya pun turut meninggal dunia meninggalkannya bertiga bersama ibu dan adiknya. Anna tidak pernah dekat dengan ibunya karena (menurut alam bawah sadar Anna) ibunya terlalu sibuk mengurusi Wilhem. Dan selama menjalani proses talking cure, Freud dan Breuer akhirnya menemukan titik cerah ketika dalam kondisi setengah sadar (states of abscence) Anna bercerita bagaimana sebenarnya sebelum meninggal dunia, Anna sempat bertemu dengan ayahnya, dan bagaimana sebenarnya ayah Anna meninggal di dalam dekapan lengannya. Anna mengalami proses guilt yang amat berat hingga lengannya itupun menjadi lumpuh. Pada tahun 1882 kelumpuhan tangan Anna dapat disembuhkan setelah the talking cure berhasil me-rekonsiliasi-kan rasa guiltnya.

Sumber

Davidson, Gerald C,dkk. (2006). Psikologi Abnormal edisi ke-9, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

James N.Butcher, Susan Mineka, Jill M.Hooley (2008). Abnormal psychology, core concepts:Pearson Education USA

Halgin P. Richard &Whitborn Krauss Susan (2010). Abnormal psycology clinical perspective on psychologycal disorder edition 6.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun