Krisis pekerja migran Indonesia di Malaysia adalah sebuah masalah multidimensional yang sudah terjadi selama puluhan tahun. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki jumlah pekerja migran terbesar di Malaysia, Indonesia memiliki tantangan besar untuk melindungi warganya di luar negeri. Permasalahan ini menyangkut berbagai faktor, antara lain kondisi perekonomian dan sosial di Indonesia, kondisi kebijakan pemerintah Malaysia, serta kerangka kerja sama bilateral yang belum sepenuhnya efektif. Indonesia adalah salah satu dari negara pengirim tenaga kerja terbesar di dunia, dan Malaysia adalah salah satu negara tujuan utama. Ratusan ribu pekerja migran Indonesia (PMI) berangkat ke Malaysia setiap tahunnya dan bekerja di berbagai sektor, mulai dari sektor perkebunan, konstruksi, manufaktur, hingga pembantu rumah tangga. Hal ini didorong oleh Tingkat pengangguran yang tinggi di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, membuat banyak orang mencari pekerjaan di luar negeri. Kesenjangan perekonomian antar daerah di Indonesia juga memperburuk situasi ini. Selain itu Adanya perbedaan yang cukup signifikan antara gaji di Indonesia dan Malaysia menjadikan Malaysia opsi yang menarik, walaupun para TKI sering kali mengalami eksploitasi. Malaysia merupakan negara yang menjadi salah satu negara tujuan utama pekerja migran di Asia Tenggara. Sebagian faktor yang menjadikan Malaysia sebagai negara yang menarik bagi para pekerja migran adalah  Negara Malaysia sangat mengandalkan pada pekerja migran untuk sektor yang tidak terlalu menarik untuk tenaga kerja lokal, misalnya sektor perkebunan kelapa sawit, konstruksi, dan pekerjaan rumah tangga.Â
Permasalahan utama yang membuat krisis pekerja migran Indonesia di Malaysia, dimana Banyak pekerja migran yang pergi tanpa dokumen yang memadai, baik karena biaya yang tinggi dari agen tenaga kerja legal atau karena kurangnya akses terhadap informasi. Ini membuat mereka menjadi rentan terhadap penangkapan, pendeportasian, dan eksploitasi. Kondisi kerja tidak manusiawi, misalnya jam kerja yang panjang, pembayaran upah yang tidak sesuai, kekerasan fisik dan seksual, dan tidak adanya akses terhadap perlindungan hukum. Pekerja migran seringkali dijadikan korban perdagangan manusia dengan melibatkan agen-agen ilegal, di Indonesia maupun di Malaysia. Para pekerja migran ini awalnya dijanjikan pekerjaan yang layak, namun pada akhirnya dieksploitasi. Walaupun terdapat berbagai upaya bilateral dalam melindungi hak-hak pekerja migran, pelaksanaan kebijakan-kebijakan ini seringkali tidak efektif. Kebanyakan para pekerja tidak menyadari hak-hak mereka atau tidak mempunyai akses ke konsulat Indonesia. Sebagian pekerja migran juga mengalami perlakuan diskriminasi sosial di Malaysia, khususnya jika terjadi konflik antara pekerja migran dan penduduk lokal. Dampak dari terjadinya krisis migran bagi Indonesia, dimana Kasus-kasus pelanggaran dan eksploitasi yang menimpa para pekerja migran seringkali menyebabkan terjadinya ketegangan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Dengan adanya krisis ini ada upaya- upaya yang dilakukan seperti, Pemerintah Indonesia dengan Malaysia sudah menandatangani beberapa kesepakatan, salah satunya adalah Nota Kesepahaman (MoU) tentang pengiriman serta perlindungan pekerja rumah tangga.Â
Malaysia Tidak Melindungi Hak Buruh Migran, Banyak pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia menghadapi berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), seperti upah yang tidak dibayar, waktu kerja yang berlebihan, kekerasan seksual dan fisik, dan lingkungan kerja yang tidak manusiawi. Pemerintahan Malaysia dianggap tidak tegas untuk menindak pelaku eksploitasi dan melindungi hak-hak pekerja. Kebijakan imigrasi Malaysia seringkali bersifat diskriminatif bagi pekerja migran, khususnya yang tidak memiliki dokumen resmi. Tindakan penangkapan dan pendeportasian masal sering terjadi tanpa mempertimbangkan kondisi kemanusiaan. Tidak adanya mekanisme pengawasan yang efektif terhadap majikan membuat banyak buruh migran menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan. Sistem hukum di Malaysia juga cenderung lambat dalam memberikan keadilan bagi buruh migran.
Permasalahan berawal ketika Indonesia menjadi negara pengirim, di mana banyak buruh migran Indonesia masuk ke Malaysia dengan cara ilegal melalui jalur yang tidak resmi. Ini membuat mereka sulit untuk mendapatkan perlindungan hukum di Malaysia dan rentan terhadap eksploitasi. Selain itu, Pemerintah Indonesia belum maksimal memberikan edukasi kepada calon pekerja migran mengenai pentingnya keberangkatan secara legal dan risiko yang dihadapi di luar negeri. Kebanyakan permasalahan buruh migran berasal dari Indonesia, di mana para agen perekrut ilegal menawarkan pekerjaan bergaji tinggi namun tidak menyediakan dokumen legal dan perlindungan yang memadai.
Krisis pekerja migran Indonesia di Malaysia merupakan isu yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang terjadi di kedua negara. Di satu pihak, kelemahan regulasi dan minimnya jaminan perlindungan terhadap pekerja migran di Malaysia menyebabkan banyak pekerja migran rentan mengalami eksploitasi, diskriminasi, serta tindak pelanggaran hak asasi manusia. Di lain pihak, pengelolaan ketenagakerjaan yang lemah di Indonesia, seperti kurangnya pengawasan terhadap agen tenaga kerja dan pendidikan terhadap pekerja migran, memperparah keadaan. Untuk menyelesaikan krisis ini, dibutuhkan kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Malaysia secara lebih efektif, terutama dengan fokus meningkatkan regulasi, pengawasan, serta perlindungan bagi para pekerja migran. Di samping itu, Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan sistem rekrutmen serta menjamin persiapan para pekerja migran sebelum pemberangkatan, sedangkan Malaysia harus memperkuat pengawasan dan penindakan hukum terhadap para pelanggar hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI