Adapun konstitusi tertinggi di Indoneisa adalah UUD 1945 yang mana dalam undang-undang tersebut telah mengatur terkait pemilu dan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yakni dalam pasal 22E dan pasal 7 yang secara garis besar menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, begitupun dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan 5 tahun dan sesudahnya bisa dipilih kembali.
Oleh karena itu, penundaan pemilu dikhawatirkan akan menciptakan sebuah kekacauan baik dalam dunia konstitusi ataupun dalam dunia politk. Karena apa? Karena untuk merealisasikan penundaan pemilu diperlukan perubahan pada beberapa pasal yang ada dalam UUD 1945.Â
Lalu, apakah mungkin melakukan penundaan pemilu tanpa melakukan amandemen pada UUD 1945? Jawabnnya adalah tidak, karena jika tidak melakukan amandemen pada UUD 1945 maka nantinya akan terjadi kekosongan kursi jabatan pada kursi eksekutif ataupun legislatif dan UUD 1945 belum mengatur terkait pergantian posisi jabatan tersebut yang disebabkan oleh habisnya masa jabatan. Dan semua hal itu tentu akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam semua bidang terkhusus politik.
Adapun untuk mengamandemen UUD 1945 bukanlah hal yang mudah karena akan mengahabiskan waktu yang tidak sebentar dan juga membutuhkan alasan objektif dan rasional yang berlandaskan kepentingan rakyat dan negara, bukan demi kepentingan pribadi.Â
Ketika UUD 1945 yang notabennya sebagai konstitusi tertinggi negara mudah diubah-ubah maka nantinya hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh para penguasa negara yang tidak amanah untuk mempermainkan konstitusi demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Dan hal itu merupakan sesuatu yang harus kita hindari karena akan meruntuhkan konstitusi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H