1. Kasus Kekerasan Seksual Semakin Meningkat.
Dilihat dari data Kementerian PPPA sejak 1 Januari hingga 16 Maret 2021. Ada 426 kasus kekerasan seksual dari total 1.008 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.Â
Sedangkan, data dari Komisi Nasional(Komnas) Perempuan menerima 4.500 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari- Oktober 2021(Safitri.E, 2021).
Tidak hanya menimpa kaum perempuan, jika dilihat dari studi kuantitatif yang dilakukan oleh Indonesia Judicial Research Society dan International NGO Forum on Indonesia Development menunjukkan bahwa sebanyak 33,3% laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual. Oleh karena itu, kekerasan seksual tidak hanya menjadi ancaman bagi para kaum perempuan melainkan juga sebagian laki-laki. Data tersebut menunjukkan begitu pentingnya perlindungan hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual.
2. Korban kekerasan seksual memerlukan hukum yang memberi rasa keadilan dan keberpihakan pada korban.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), kekerasan seksual yang hanya bisa dikategorikan tindak pidana hanya mencakup dua hal yaitu pelecehan seksual atau pencabulan dan pemerkosaan. Sedangkan dalam RUU TPKS menyebutkan bentuk kekerasan seksual menjadi empat jenis, yaitu sebagai pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.
Pengertian kekerasan seksual yang lebih luas dalam Rancangan Undang- undang TPKS akan mampu menjangkau dan menjerat pelaku yang selama ini lolos dari hukum hanya karena tindakan mereka tak memenuhi unsur hukum sebagai tindak pidana.
3. Korban Kekerasan Seksual di Dominasi Oleh Anak Perempuan.
Komisi Nasional Perempuan mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Pada tahun 2018 saja, kasus kekerasan terhadap anak perempuan berjumlah 1417 kasus. Namun tahun lalu, jumlahnya mencapai 2341 kasus atau mengalami kenaikan 65%, dengan bentuk kekerasan paling banyak adalah inses yaitu 770 kasus, dan diikuti dengan pelecehan seksual (571 kasus)(Siaran Pers,2021). Yang dimaksud inses adalah kekerasan seksual di dalam rumah yaitu di mana pelaku memiliki hubungan darah dengan korban.
Dominannya kasus inses dan pelecehan seksual terhadap anak perempuan, menunjukkan bahwa sejak usia anak atau dini , perempuan telah berada dalam situasi dan zona yang tidak aman, bahkan dari orang terdekat dalam kehidupannya. Anak perempuan seharusnya mendapatkan perlindungan dan bukan perilaku kekerasan. Dapat kita ketahu ketika anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual, ada beragam dampak yang akan muncul dalam dirinya. Dampak tersebut akan bereaksi dalam waktu langsung, menengah maupun dalamÂ
jangka panjang. Bahkan dalam keadaan tertentu, anak perempuan yang mendapatkan tindak kekerasan seksual akan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Tak berhenti di situ, korban kekerasan seksual juga akan mengalami gangguan terutama terkait kesehatan mentalnya.