Mohon tunggu...
Lulfita Al aziz
Lulfita Al aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sijunjung, Sumatera Barat

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Seberapa Penting Pengesahan RUU TPKS?

31 Desember 2021   11:55 Diperbarui: 31 Desember 2021   12:08 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang melekat pada tiap manusia tanpa adanya perbedaan. Hak asasi manusia berlaku secara universal, kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Artinya hak asasi manusia berlaku bagi semua orang tanpa membedakan atas dasar suku, ras, kepercayaan, jenis kelamin ataupun adat istiadat yang berkembang pada tempat masyarakat itu berkembang.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran dari hak asasi manusia. Berbagai bentuk kekerasan seksual tiada henti dan tidak habisnya terjadi. Bahkan pada saat ini kekerasan ataupun pelecehan seksual tidak hanya terjadi secara langsung bahkan virtual atau online. Penegakkan hak asasi manusia tentunya harus ditegakkan sesuai dengan amanat dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Di Indonesia, regulasi tentang hak asasi manusia telah diatur secara nyata di dalam peraturan perundang-undangan. Pembahasan mengenai hal ini, telah melewati sejarah yang begitu panjang. Pada akhirnya regulasi yang mengatur tentang hak asasi manusia bermuara pada pengakuan hak asasi manusia yang telah tercantum di dalam Undang-undang Dasar ataupun Undang-undang, seperti Undang-undang 39 tahun 1999.

Namun pada pelaksanaannya, kesamaan hak yang didasarkan tanpa memandang latar belakang, pada kenyataannya sering kali terjadi perlakuan yang berbeda terhadap kaum wanita. Perempuan acap kali didiskriminasi hak-haknya karena dianggap makhluk yang lemah. Perempuan rentan terhadap perbuatan- perbuatan yang melukai dan merusak martabatnya, seperti pelecehan, kekerasan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Tindakan seperti inilah diakibatkan oleh kedudukan perempuan yang dianggap lemah dibandingkan laki-laki.

Dikutip dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (KemenPPPA) kekerasan seksual di Indonesia menjadi yang tertinggi yaitu sekitar 7.191 kasus ditahun 20202. Sedangkan, data dari Komisi Nasional(Komnas) Perempuan menerima 4.500 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan semenjak bulan Januari hingga Oktober 2021. Data tersebut naik dua kali lipat, jika dibandingkan tahun sebelumnya. Data itu, hanya menyebutkan kasus-kasus yang dilaporkan saja. Namun, begitu masih banyak kasus yang tidak dilaporkan dan diselesaikan di luar jalur hukum karena berbagai pertimbangan.

Lahirnya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual(RUU TPKS) akibat kekerasan seksual kian meningkat. Hal tersebut datang karena telah banyak aduan yang tidak tertangani lagi dikarenakan tidak adanya payung hukum yang memiliki substansi terkait hal ini. Oleh karena itu, para pihak telah mengkhawatirkan jika pengesahan ini tidak juga dilakukan maka sama saja kita mempermudah akses para pelaku dalam melakukan aksinya. Pada saat ini para korban kekerasan seksual membutuhkan kepastian hukum terhadap hal tersebut.

Populernya kekerasan seksual di Indonesia, membuktikan bahwa penanganan untuk tindak kekerasan seksual masih sangat lemah. Hal tersebut disebabkan oleh budaya patriarki yang masih mengakar di Indonesia sehingga sangat mudah memberikan stigma terhadap korban kekerasan seksual. Di samping itu, keengganan korban untuk melapor karena regulasi dan norma hukum yang tidak banyak berpihak pada korban.

Oleh karena itu, harus dilakukan perlindungan dan penguatan masyarakat dari kekerasan seksual melalui produk peraturan perundangan yang tepat. Untuk itu pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah jawaban dari permasalahan ini. Namun, masih begitu banyak pihak yang menentang kehadiran RUU TPKS ini. Di tengah masyarakat yang tidak tahu tentang konsep kekerasan seksual mengakibatkan sebagian orang menganggap negatif rancangan undang-undang TPKS ini.

Pengesahan RUU TPKS sanggatlah penting dan tidak ada alasan untuk ditunda lagi. Selain merupakan arahan dan himbauan Presiden Jokowi dodo untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pengesahan Rancangan Undang-undang TPKS sangat mendesak jika dilihat dari kacamata filosofis, yuridis, dan sosiologis.

Secara filosofis kekerasan seksual sanggatlah bertentangan dengan nilai- nilai dan norma di dalam Pancasila. Secara yuridis, RUU TPKS menjadi payung hukum untuk menjadi kebutuhan hukum masyarakat sehingga dapat menjamin kepastian dan mengisi kekosongan hukum dalam penanganan kekerasan seksual yang kurang maksimal karena ketidakadilan instrumen hukum yang memadai sebelumnya. Dan secara sosiologis, kondisi saat ini sangat sudah darurat kekerasan seksual, dengan begitu maraknya kekerasan seksual yang sering terjadi di ruang publik seperti kampus, sekolah, pesantren serta lingkungan kerja dan lain-lain yang menjadi realitas sosial untuk mendorong pengesahan RUU TPKS.

Berikut alasan urgensi pengesahan RUU TPKS;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun