Pekan lalu kita diramaikan oleh berita bahwa untuk menyeberang rel di wilayah Tanjung Barat warga di sana harus membayar Rp2.000,- ke PT Kereta Comutter Jabodetabek (KCJ) (Sumber).
Tarif Rp2.000,- tersebut adalah charge keluar di stasiun yang sama. Sebelumnya KCJ memiliki kebijakan Free Out yang diberikan jika kita masuk dan keluar di stasiun yang sama dalam waktu kurang dari 60 menit. Fasilitas Free Out inilah yang sempat menjadi solusi warga sekitar stasiun (tidak hanya Tanjung Barat) untuk menyeberang rel. Namun, beberapa waktu lalu kebijakan Free Out dihapus. Warga maupun penumpang yang keluar di stasiun yang sama dikenakan tarif Rp2.000,-. Hal inilah yang memicu ramainya berita bahwa untuk menyeberang rel warga dipungut Rp2.000,-.
Kebetulan penulis sangat paham wilayah di sekitar rel antara Tanjung Barat-UI. Memang setelah pemagaran awal tahun ini warga Tanjung Barat mau ga mau melewati stasiun tersebut karena sepanjang Tanjung Barat-IISIP tidak ada celah yang bisa digunakan untuk menyeberang. Ada lokasi menyeberang di perlintasan rel-jalan di depan IISIP alias sekitar jarak 2 KM dari Stasiun Tanjung Barat. Â Bagi pejalan kaki, jarak 2 KM tentu bukan jarak yang dekat. Sebenarnya pemerintah DKI Jakarta sudah membuat JPO di dekat Stasiun Tanjung Barat, namun JPO-nya terpotong di kedua sisi.
Â
Jembatan ini konon belum tersambung karena untuk membangun jembatan/utilitas lain yang terkait rel KA harus ada ijin dari Ditjen KA.
Dari pihak KCJ merasa mereka tidak perlu repot membuat JPO karena sesuai UU 23/2007 tentang Perkeretaapian membangun JPO di atas rel memang tanggung jawab Pemerintah Daerah. DKI sendiri tampak lambat mengurus ijin ke Ditjen KA, karena jembatan Tanjung Barat sudah dibangun cukup lama, sekitar setahun.
Sementara PT KCJ dan Pemprov DKI masih saling lempar tanggung jawab, pejalan kaki sekitar stasiun Tanjung Barat masih dipusingkan soal menyeberang rel di sana. Malahan perkembangan terbaru, untuk menyeberang rel selain membayar Rp2.000,-, sistem gate in gate out oleh PT KCJ dibikin mesti menunggu 3 menit untuk bisa keluar. Artinya, penyebrang jalan sudah disuruh bayar, masih 'di-strap' 3 menit oleh PT KCJ (sumber).
Solusi
Sebenarnya, PT KCJ bisa saja membangun JPO atau terowongan penyeberangan orang (TPO) meski kewajiban sebenarnya di Pemda. PT KCJ bisa menggunakan mekanisme Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) yang sekarang banyak digunakan DKI untuk memenuhi kebutuhan sosial mulai bus Transjakarta hingga bangku taman.
Bagi perusahaan sebesar dan sesukses PT KCJ, saya yakin membangun JPO/TPO bukan masalah yang mahal, apalagi kalau cuma menyambung JPO. Toh yang banyak menggunakan JPO tersebut adalah penumpangnya, bisa jadi 75% pengguna JPO. Artinya bukan kerugian jika PT KCJ membuat program CSR berupa membangun JPO/TPO.
Selain di Stasiun Tanjung Barat, saya juga berharap PT KCJ membangun JPO/TPO di beberapa titik antara Tanjung Barat-IISIP (jarak 2 KM) dan antara Fly Over Tanjung Barat-Poltangan-Pasar Minggu (jarak sekitar 2 KM).