Sabtu, 2 September 2017 jagad sepakbola nasional mendadak ramai. Bukan sekedar soal uji coba resmi Indonesia vs Fiji yang berakhir dengan skor kacamata (0-0), namun juga dikarenakan adanya korban tewas seorang penonton yang bernama Catur Juliantono.
Catur tewas setelah sebuah petasan (ada sumber yang bilang flare)Â mengenai wajahnya di penghujung babak kedua, petasan tersebut diduga berasal dari tribun selatan yang terlempar ke tribun timur, tempat almarhum Catur dan kedua keluarganya menonton.
Peristiwa ini mengundang keprihatinan banyak pihak, tidak cuma di kalangan petinggi PSSI dan Kemenpora, namun juga keprihatinan di kalangan masyarakat. Striker timnas, Irfan Bachdim (yang konon idolanya alm Catur), bahkan sampai melakukan selebrasi berupa menunjukkan kaos bertuliskan nama Catur saat Irfan mencetak gol melawan Persela Lamongan (3/9).
Sepakbola dan Resiko Penontonnya
Banyak yang bilang jadi korban saat menonton sepakbola merupakan suatu hal yang lumrah. Menonton sepakbola di stadion masih dianggap sebagai sesuatu yang rawan atau potensial menjadikan orang yang terlibat sebagai korban.Â
Lembaga Save  Our Soccer menyebutkan sebelum Catur, selama 22 tahun ada 55 orang tewas terkait sepakbola di Indonesia (sumber). Jumlah ini bisa dibilang cukup besar karena berarti jika dihitung rataan, ada 2 nyawa lebih melayang setiap tahunnya.
Meski begitu, almarhum Catur sebenarnya sangat tidak layak menjadi korban. Korban Catur tentunya tidak berpartisipasi atas peristiwa pelemparan tersebut, ini tentu beda dengan korban kerusuhan suporter yang memang berasal dari konflik suporter sesungguhnya. Misalnya korban dari tawuran Aremania-Bonek, Jak-Viking, atau peseteruan antar kelompok Suporter Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang) dimana potensi menjadi korban sangat besar, bahkan oleh calon korban sendiri sudah disadari potensi dirinya menjadi korban.
Alm Catur dan pelemparnya dalam kondisi tidak saling terhubung termasuk terhubung oleh rivalitas antar suporter, karena mereka sebenarnya sama-sama mendukung tim yang sama: Indonesia
Bahkan mungkin alm Catur dan keluarganya tidak menyangka sama sekali akan ada musibah ini.
Dan memang musibah ini seharusnya tidak terjadi jika: ada kesadaran bahwa petasan (termasuk suar/flare) merupakan sesuatu yang dilarang di dalam stadion, serta adanya pengamanan yang efektif.
Dalam aturan Penyelenggaraan Pertandingan FIFA, pasal 7 tentang Layanan Darurat, butir C point (i) yang menyatakan, petugas keselamatan dan keamanan stadion harus mempunyai kebijakan yang jelas untuk melarang penonton membawa flare, kembang api, atau bentuk penyalaan api lainnya ke dalam stadion.Â