Mulai 1 April 2015 PT KCJ memberlakukan tarif progresif berdasarkan jarak KM bagi para penumpangnya. Sistem ini merubah sistem pentarifan progresif berdasarkan KM yang sudah diberlakukan sejak pertengahan 2013.
Dasar hukum penerapan tarif KRL berdasarkan KM adalah Peraturan Menteri Perhubungan PM 17 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut diatur tarif KRL adalah tarif dasar 25 KM pertama sebesar Rp 2000 dan tiap 10 KM sebesar Rp 1000.
Kenapa penulis mengatakan tarif berdasarkan KM adalah “progresif semu”, karena jika kita lihat besaran tarif dipatok bukan per 1 KM melainkan per 10 KM. Dalam hal ini penulis menilai PT KCJ ingin menang sendiri dengan tidak mau dibayar secara fair berdasarkan kilometer yang penumpang tempuh, melainkan maunya dibulatkan saja setiap 10 KM.
Sangat disayangkan kenapa PT KCJ tidak secara fair menerapkan tarif per KM, padahal saya yakin hitung-hitungan tarif yang dirumuskan PT KCJ sebagai operator dan Kemhub sebagai regulator adalah berdasarkan KM. Nyaris semua angkutan reguler (non sewa) memiliki dasar penetapan tarif berdasarkan KM.
Lantas jika penerapan tarif berdasarkan KM, apakah tidak mempersulit penumpang membayar? Dengan penerapan e-ticketing baik melalui kartu milik KCJ (KMT dan THB) maupun melalui kartu uang elektronik dari bank, harusnya jumlah nominal tidak bulat murni bukan lagi jadi masalah saat membayar. Berbeda saat dulu masih menggunakan uang tunai, uang receh kembalian seringkali ‘ditilep’ oleh oknum petugas loket. Atau ada alasan sulitnya mendapat recehan yang membuat petugas loket tidak mau menerima pembayaran selain menggunakan uang pas.
Sebagai contoh rute Bogor-Cawang sejauh jarak 41 KM (berdasarkan table jarak stasiun dari krl.co.id). Jika setelah tarif dasar Rp 2000 (25 KM pertama), maka seharusnya yang dibayarkan oleh penumpang adalah Rp 3600. Namun oleh KCJ dipatok Rp 4000, yang berarti ada selisih Rp 400. Selisih tersebut jika dikalikan ribuan penumpang yang turun di Cawang (stasiun Cawang adalah salah 1 stasiun intermoda KRL dengan bus kota, angkot dan transjakarta) maka sudah ada jumlah selisih lebih bayar yang lumayan banyak. Dikalikan 300 hari (hitungan hari kerja) maka jumlahnya akan makin banyak lagi.
KCJ tidak perlu khawatir mencari recehan ratusan rupiah untuk kembalian, toh KCJ sudah sukses menerapkan pembayaran non tunai/sistem saldo bagi para penumpangnya. Kemudahan yang sama dirasakan Transjakarta yang sudah tidak pusing mencari pecahan Rp 500 sebagai kembalian. Semoga dengan adanya sistem pembayaran non tunai, KCJ bisa memformulasikan tarif yang bisa lebih adil lagi bagi penumpang.
Salam Penumpang
Andreas Lucky Lukwira
Pengasuh akun @NaikUmum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H