Mohon tunggu...
Luknia Sari Putri
Luknia Sari Putri Mohon Tunggu... -

Mahasiswa ILMU KOMUNIKASI UIN SUNANKALIJAGA YOGYAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Di Titik Jenuh Terhadap Media Massa

12 September 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:00 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Yogyakarta setiap pagi disibukkan dengan aktifitas hilir mudik para mahasiswa yang  pergi kekampus masing-masing, setiap bangun pagi kita sudah harus merasa terbebani dengan kebutuhan psikologis dari pada biologis, yaitu bagaimana kita memenuhi kebutuhan makan dan minum untuk alasan kehidupan, jika manusia seperti itu bagaimana dengan kebutuhan akan informasi kita ? Yah, Televisi pun sama dengan analogi tersebut, salah satu media massa ini dijadikan sebagai barometer kemajuan masyarakat modern, yang setiap harinya harus dituntut dengan informasi segar dan faktual, mereka sudah disibukan dan berkutat dalam hal penyampaian informasi, disampaikan melalui audio visiual televisi menjadi media yang paling banyak diakses karna peran yang dimainkan begitu mudah dipahami oleh public, sehingga media massa ini disebut otak dari penggagas dalam membentuk public opinion. Akan tetapi ada hal kecil yang berdampak besar yang harus kita persoalkan, Alasan perut dalam proses pembuatan informasi oleh media massa menjadi persoalan yang harus dikaji dengan analisis yang tepat karna bahaya latent akan kebenaran informasi yang saat ini begitu sulit kita katakan keabsahannya, membuat kita kebingungan dengan perkembangan informasi disetiap harinya, karna bisa dipastikan media dianggap sebagai wahyu sakral oleh sebagian publik dengan berbagai macam isi didalamnya sehingga ada pemahaman simbol patronase kebenaran.

Lalu kita lihat seiring berjalannya waktu, peran yang dimainkan dari waktu kewaktu dari media semakin berubah yang awalnya pragmatis karna orientasinya uang (profit oriented) menjadi post pragmatis yaitu bagaimana uang (keuntungan) bisa dipertahankan dengan cara apapun (alasan perut), jika masyarakat gila akan informasi media massa gila akan interogasi sumber berita.

Coba kita tengok beberapa contoh media massa begitu gila akan sebuah pemberitaan dan jelas jelas tidak mempunyai nilai pendidikan, seperti kasus yang terjadi dipertengahan tahun 2013 yaitu perseteruan antara artis Adi Bing Slamet dengan mantan guru spiritualisnya yang disebut Eyang Subur, hampir dipastikan pemberitaan umum dan infotainment begitu mempublish berhari-hari dengan cara yang begitu berlebihan, masyarakat yang melihat menjadi tahu dan perduli, lalu tercipta opini publik disekitar masyarakat kemudian dengan issue terkait penistaan agama yang diangkatnya menjadikan stereotip dari hal ini, eyang subur menyimpang dari ajaran agama, lalu guru spiritual identik dengan cara-cara sesat, padahal belum tentu demikian, dan keluarga yang menjadi korban harus menutup diri terhadap lingkungan, psikologis anak terganggu karna pihak lain yang menyepelekan, semua nya digarap full versi oleh media massa, dan itu terjadi disini, di media indonesia

Kemudian kita refleksi terhadap pemberitaan bagaimana banyak indikasi kepentingan dimasukan didalamnya, padahal media fitrahnya menjadi netral tanpa memihak dan terikat apapun, namun yang terjadi lain, adanya kepemilikan pribadi ditambah dengan bahayanya konglomerasi media membuat masyarakat semakin dijerat dan terikat oleh belbagai kepentingan. jelas, televisi menggunakan konsep akumulasi modal (kapitalisme) yang mengedepankan uang dari pada nilai, persoalan pemberitaan terkait kepentingan politik yang dibesar-besarkan tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi sering kita jumpai, seperti mempublish sebuah kasus yang menjerat  partai PKS habis-habisan padahal banyak kasus besar dari demokrat atau lainya yang masih berlangsung dan perlahan dilupakan, alasan apa lagi yang bisa dijelaskan media massa ? apakah media selalu update dan faktual kah hal itu terjadi ? sehingga begitu cepat berita datang dan pergi, padahal banyak informasi lain yang sudah bermanfaat bisa dimaksimalkan dalam pemberitaan.

akhirnya masyarakatlah yang lagi-lagi menanggung dampak dari media massa, berawal dari sebuah pekerjaan mulia sebagai pencari berita, jurnalis sebagai ujung tombak media massa melakukan pencarian berita dengan cepat, alasan “deadline” dan sulitnya mencari berita yang timbul hanya persoalan membuat mereka mencari metode baru dalam bagaimana memainkan ritme pemberitaan, mulai dari, mediasi, conferensi pers, sampai pada investigasi khusus yang sembunyi-sembunyi dilakukan agar mampu membuat berita dengan baik, tetapi jika dicermati dengan cara yang dilakukan, media massa dalam menyikapi sebuah kasus, cenderung memberondongnarasumber dengan pertanyaan yang memojokan, dan memberikan pemberitaan yang tidak penting dan tidak layak lagi, seolah ada pemaksaan kehendak yang dilakukan, hal ini dikhawatirkan masyarakat menjadi hilang antusias dan rasa percaya lagi kepada media massa.

Padahal jika kita menelisisk jauh tentang peran media massa, saat ini yang sanggup berdiri dengan 4 pilar demokrasi seperti badan eksekutif, legislatif, yudikatif pemerintah adalah media massa itu sendiri (Antonio gramsci, hegemoni), sungguh, jembatan yang dibangun antara goverment to public, public to goverment harus lah memposisikan diri seobyektif mungkin, inilah yang saat ini menjadi perhatian umum terkait peran media massa sekarang. berbicara dampak tentu akan membahayakan jika salah memposisikan diri atau pun berita yang subyektif belaka. oleh karna itu, dibutuhkan peran yang sama-sama bersifat membangun bangsa antara pemerintah, masyarakat dan media massa, sehingga bangsa ini tidak selalu berkutat padapersoalan klasik lagi, karna kemerdekaan sudah kita rasakan.

lalu, jika saat ini media sudah tidak bisa memposisikan diri, ada banyak hal yang harus diperhatikan, sudah barang tentu pemahaman sejak dini dari media harus digadangkan, literacy media belum cukup dikatakan sebagai senjata yang digunakan karna sudah seharusnya persoalan ini diselesaikan antar pihak, media memperbaiki informasi yang disiarkan, masyarakat lebih selektif dalam memilih informasi dan pemerintah yang mengontrolnya, seperti itu dinilai akan memberikan efek yang baik dalam keberlangsungaan karakter masyarakat dan tentunya trust! yang ditanamkan akan berdampak baik terhadap media

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun