Mohon tunggu...
Lukmawan Syamsul
Lukmawan Syamsul Mohon Tunggu... -

Pencinta keadilan,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Facebook Terbawa Dalam Mimpi

1 Maret 2014   21:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam semakin larut, bunyi rinai hujan menebarkan ritme tak beraturan menetes diatas canopy disamping kamar tidur Dianti. Hujan malam itu berbeda dari hujan-hujan sebelumnya, bunyinya membuat hati Dianti semakin resah. Meski berusaha memejamkan mata namun sepasang kelopak pupil yang belum luntur indahnya, tak mampu ia pejamkan. Dianti melirik sepasang buah hati hasil karya cinta bersama sang suami. Mereka telah tertidur pulas. Dengan naluri seorang ibu, sepenuh kasih sayang ia usap rambut anaknya itu sambil membetulkan selimut agar tidak kedinginan.

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah lima tahun biduk rumah tangga ia arungi bersama suami tercinta. Malam itu tiba-tiba dibenaknya berkelebat aneka kenangan masa lalu, mulai dari kenangan setengah pahit, yang getir, sampai kenangan indah yang dulu terasa ideal ingin ia raih saat memutuskan untuk hidup berumah tangga bersama Hermanto.
Di masa gadis dulu, teman-teman kuliahnya mengenal Dianti sebagai sosok yang beautiful, care, smart dan sangat ramah serta sangat setia. Sehingga tak heran bila banyak pria yang jatuh hati padanya. Meski tak mudah untuk menaklukkan Dianti, akhirnya Hermanto lah sang pangeran yang beruntung menjadi the winner, kemudian meminangnya sebelum dia selesai kuliah.

Padahal dulu ada banyak pria yang berusaha mencuri hatinya. Ibarat bunga yang sedang mekar, banyak kumbang yang datang. mulai dari Dio, yang disebut teman-temannya sebagai play boy, kemudian ada Benny yang kalem, Satrio yang lemah-lembut namun penuh perhatian. Sekarang Ia sedikit lupa apa pertimbangan utama ketika pilihan jatuh pada Hermanto yang kini menjadi pendamping hidupnya. Atau barangkali itulah yang dinamakan jodoh, rezki, maut telah ditentukan oleh Tuhan. Yang pasti dulu Hermanto lumayan pandai mengambil hatinya, sampai ia rela untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Itulah sedikit kenangan yang masih bisa diingat Dianti tentang suaminya.

Malam terus berlari, dalam catatan harian Dianti, sudah tujuh minggu ia berpisah dengan Hermanto yang menjalankan tugas diluar Negeri sebagai pelaut. Biasanya Hermanto pulang paling cepat tiga bulan sekali. Dengan gaji lumayan besar yang selalu ditransfer masuk ke rekeningnya, kehidupan keluarga Dianti serba berkecukupan. Sebuah mobil dan rumah mewah telah mereka miliki. Anak mereka bersekolah ditaman kanak-kanak yang berklas.

Yang masih diingat oleh Dianti, sebelum suaminya pergi berlayar, Dia sempat membuat acara perayaan ulang tahun untuk Hermanto yang sudah memasuki umur 36 tahun. Meski hanya dihadiri oleh keluarga dekat, ultah sang suami penuh kemesraan dan full perhatian darinya. Umur mereka hanya terpaut 6 tahun. Dan nanti malam setelah jam 00.00 Dianti berharap disaat umurnya memasuki angka 30, dia ingin sang suami mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, meski tanpa perayaan.

Tadi pagi Dianti sengaja menelpon Hermanto, dengan harapan agar sang suami teringat dirinya yang jauh. Sekarang dengan harap-harap cemas, dia menunggu detik-detik ucapan Selamat Ulang Tahun dan sekuntum bunga dari Hermanto. Hatinya berdebar-debar. Jarum jam terus berputar, tinggal beberapa detik lagi usianya akan bertambah.

Malam semakin larut, belum ada tanda bunyi telpon berdering, bbm pun tidak ada tanda-tanda bunyi pesan masuk. Satu jam, dua jam, tidak ada kabar berita, akhirnya Dianti beranjak dari tempat tidurnya menuju meja rias. Dia buka facebook. Tanpa diduga begitu banyak ucapan masuk , Dianti melihat pesan itu satu persatu, ternyata masih belum ada pesan masuk dari suami tercinta.
Dia ulang melihat ucapan yang masuk sampai matanya terasa mengantuk, dalam keresahan hati, ditengah kerinduan dimalam yang sunyi, saat menanti sebuah perhatian yang tulus. tiba-tiba mata perempuan cantik itu tertuju pada suatu pesan yang menarik hatinya.
"Selamat ulang tahun Dianti, semoga panjang umur. Murah rezki dan berbahagia selalu."

Bila dilihat dari kalimat yang diucapankan, sesungguhnya pesan itu tidaklah terlalu istimewa dan terkesan biasa-biasa saja, yang sedikit menarik hati Dianti hanyalah picture dengan visual kue ulang tahun berbentuk love lengkap dengan angka 30, diselipi bunga mawar yang indah. Kemudian yang membuat Dianti terkejut dan tak menduga plus tersentuh jiwa kewanitaan adalah: pengirimnya Satrio yang dulu pernah menyatakan cinta kepada Dianti. Istimewannya lagi Satrio ingat usia Dianti yang sudah menginjak umur 30 tahun itu.
Belum sempat membalas pesan itu, kenangan bersama Satrio terbawa dalam mimpi ketika Dianti terlelap dalam penantian. Mereka berjumpa disebuah taman bunga yang indah beraneka warna, diperbukitan yang dingin sambil bercanda riang gembira, kejar-kejaran bagaikan anak muda yang kasmaran dilanda cinta. Dalam kebersamaan itu Satrio menyelipkan sekuntum bunga dicelah-celah helai rambut Dianti, sambil mengecup keningnya dengan lembut.

Begitu indahnya kecupan Satrio sampai akhirnya Dianti tersentak lalu terjaga. Diujung penantiannya, Dianti duduk tafakur. Masih diatas kursi didepan meja riasnya, Dianti menatap kedua buah hatinya sambil mengusap mata dan berlalu pergi menuju tempat kedua anaknya tertidur, sambil berharap perhatian yang tulus akan datang.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun