Ketimpangan ekonomi adalah salah satu masalah paling mendesak yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Ketimpangan ini tidak hanya berpengaruh pada kesejahteraan sosial, tetapi juga pada stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Bank Indonesia (BI), sebagai bank sentral, memiliki peran krusial dalam mengatasi ketimpangan ini melalui berbagai kebijakan dan program yang mendukung inklusi dan pemerataan ekonomi.
Salah satu instrumen utama yang digunakan BI untuk mengatasi ketimpangan ekonomi adalah kebijakan moneter yang inklusif. Melalui kebijakan suku bunga dan pengaturan likuiditas, BI berusaha menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif bagi semua lapisan masyarakat.Â
Sebagai contoh, penurunan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate pada tahun 2021 menjadi 3,50% bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan akses permodalan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan ini diharapkan dapat merangsang investasi dan penciptaan lapangan kerja, yang pada gilirannya akan mengurangi ketimpangan ekonomi.
BI juga aktif dalam mempromosikan inklusi keuangan, yang merupakan kunci utama dalam mengatasi ketimpangan ekonomi. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat inklusi keuangan di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 76,19%. Namun, masih ada kesenjangan akses ke layanan keuangan di antara berbagai kelompok masyarakat.Â
BI telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi masalah ini, salah satunya adalah program Layanan Keuangan Digital (LKD) yang bertujuan untuk meningkatkan akses keuangan di daerah-daerah terpencil dan terisolasi. Dengan adanya LKD, masyarakat di pelosok Indonesia dapat menikmati layanan keuangan yang sebelumnya sulit dijangkau.
Selain itu, BI juga mendorong penggunaan teknologi finansial (fintech) sebagai cara untuk memperluas akses keuangan. Salah satu inisiatif penting adalah penerapan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang memungkinkan semua jenis pembayaran digital dapat dilakukan dengan satu standar kode QR.Â
Hingga akhir 2021, lebih dari 10 juta merchant di seluruh Indonesia telah mengadopsi QRIS, termasuk UMKM. Penggunaan QRIS membantu UMKM untuk meningkatkan efisiensi dan akses pasar, serta memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. Ini adalah langkah besar menuju inklusi keuangan yang lebih luas dan berkeadilan.
Program lain yang mendukung pengurangan ketimpangan ekonomi adalah penguatan sektor UMKM. BI menyediakan berbagai skema pembiayaan dan dukungan teknis untuk UMKM agar mereka dapat berkembang dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.Â
Misalnya, melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), BI bekerja sama dengan perbankan untuk memberikan kredit dengan bunga rendah kepada UMKM. Pada tahun 2020, realisasi KUR mencapai Rp 198,53 triliun, yang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan UMKM di Indonesia.
Tidak hanya itu, BI juga terlibat dalam upaya pengembangan ekonomi daerah melalui Program Pengembangan Ekonomi Lokal (P2EL). Program ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia dengan memanfaatkan potensi lokal. Salah satu contohnya adalah pengembangan klaster ekonomi yang menggabungkan berbagai sektor usaha di suatu daerah untuk menciptakan sinergi dan peningkatan nilai tambah.Â
Dengan pendekatan ini, diharapkan daerah-daerah yang sebelumnya tertinggal dapat berkembang lebih cepat dan mengurangi ketimpangan dengan daerah lain yang lebih maju.