Tapi yang jelas tidak akan ada juga keuntungan bagi Pemda Jatim dan masyarakat Jatim. Yang mungkin kalau dihitung-hitung sudah ratusan miliar bahkan triliunan. Tapi tentu BPKP atau kejaksaan tidak mau tau dengan keuntungan ini. Mereka asing dengan pemikiran ala korporasi. Mereka tidak mengerti strategi memancing. Mengorbankan sedikit umpan untuk mendapatkan ikan yang lebih besar. Mereka hanya bisa melihat dan mempertanyakan umpan yang dibuang.
Kalau pola pemberantasa korupsi terus seperti ini akan sangat bahaya bagi bangsa. Orang-orang baik dan suka melakukan terobosan rentan dipidana. Sudah banyak yang menjadi korban atau hampir menjadi korban. Taruhlah Yusril Ihza Mahendra (kasus Sisminbakum), Denny Indrayana (kasus payment gateway), Risma (kasus Pasar Turi), Ridwan Kamil (kasus BCCF), Ahok (kasus RS. Sumber Waras), dan lain-lain.
Di sisi lain. Penjahat yang sebenarnya bebas melakukan aksi. Pemeras, penerima pungli, penerima sogok, penyunat proyek, penilep uang negara, semakin merajalela. Karena aparat penegak hukum sibuk mengurus dan menangkap orang yang salah administrasi atau prosedur.
Maka sebenarnya secara sadar atau tidak, secara sengaja atau tidak aparat penegak hukum (khusnya Polri dan Kejaksaan) adalah pelindung koruptor. Karena telah menyibukkan diri pada hal-hal yang bersifat prosedural dan administratif dalam memberantas korupsi. Hingga membuat koruptor yang sebenarnya semakin sulit disentuh. Mereka tidak bisa berkata seperti KPK saat Ahok dinyatakan merugikan negara oleh BPK: tidak ada niat jahat.
Dulu saya memang sempat berharap Ahok dijadikan tersangaka.Bukan karena saya benci Ahok. Tapi berhubung Ahok sedang populer dan mendapat dukungan luas. Jika dia tersangka, maka bangsa ini akan sadar. Kalau kita sudah salah arah dan tersesat dalam memberantas korupsi. Baik karena undang-undangnya atau aparat yang dititipi kepentingan tertentu.
Sayang sekali yang terjadi tidak sesuai harapan. Tidak sesuai logika. Saya akhirnya hanya bisa bergumam: harusnya Ahok, bukan Dahlan Iskan. Â *LBS*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H